"Hal ini mencerminkan kekhawatiran terhadap inflasi dan pendekatan hati-hati terhadap pelonggaran kebijakan moneter," kata Nico, Kamis (2/1/2025).
Di sisi lain, lanjutnya, laba di perusahaan industri China turun 4,7 persen YoY di November 2024. Hal ini menyoroti tantangan ekonomi yang sedang berlangsung, termasuk permintaan yang lemah, tekanan deflasi, dan kemerosotan yang berlarut-larut di pasar properti.
Pemerintah China, sambung Nico,menginformasikan akan meningkatkan budget deficit hingga 4 persen di 2025 (2024: 3 persen) dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di 5 persen, di mana 1 persen peningkatan translasi terhadap meningkatnya belanja hingga USD179 miliar.
Dari dalam negeri, Nico menyebut, pemerintah memutuskan untuk membatalkan rencana kenaikan umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Sebagai penggantinya, kenaikan ini hanya akan diterapkan pada barang-barang mewah yang sebelumnya dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah dalam melindungi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah," ujar Nico.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi sepanjang tahun hingga Desember 2024 mencapai 1,57 persen YtD, terendah dalam sejarah Indonesia.