Tidak sedikit pekerja yang secara fisik hadir di tempat kerja, namun secara mental mengalami kelelahan dan kehilangan semangat kerja. Biaya yang hilang akibat penurunan produktivitas karena stres kerja diperkirakan mencapai USD300 hingga USD900 per karyawan per bulan.
Kartika Amelia, pakar HR dari HCC (Human Care Consulting), mengungkapkan bahwa perusahaan yang belum memiliki sistem deteksi dan penanganan stres secara dini sering terlambat menyadari turunnya performa tim. Penurunan performa ini lebih disebabkan oleh beban mental tidak terkelola daripada kemampuan yang menurun yang berakibat terjadinya kelelahan kerja kronis.
“Burn out bukan sekedar isu personal. Tanpa deteksi dini, Perusahaan bisa kehilangan produktivitas yang nilainya bisa mencapai puluhan juta rupiah per karyawan setiap bulan,” katanya.
Menanggapi situasi ini, Kartika merekomendasikan pengembangan Psychological Check-Up (PCU) sebagai solusi strategis penting. PCU merupakan skrining sederhana namun menyeluruh yang memungkinkan individu dan organisasi mengenali tingkat stres, kecemasan, dan kondisi psikologis secara jujur dan ilmiah.
“Dari pengalaman HCC mengelola program PCU, data hasil PCU membuka pintu bagi intervensi yang tepat, seperti sesi konseling profesional oleh psikolog bersertifikat, pelatihan ketahanan mental, dan program kesejahteraan yang personal dan berbasis bukti,” jelasnya.
Mencuplik laporan Workplace Wellbeing Initiative Trends 2025, Kartika menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data seperti PCU ini telah terbukti meningkatkan produktivitas hingga 20 persen, sekaligus menurunkan angka absensi dan pergantian karyawan hingga 30 persen. Pemantauan berkelanjutan lewat dashboard digital memungkinkan tindakan cepat dan adaptif, menciptakan budaya kerja yang aman secara psikologis dan lebih inklusif.