Adapun non-deductible expense adalah komponen biaya yang tidak dapat digunakan untuk mengurangi jumlah beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Menurut Pasal 9 UU PPh, contoh dari non-deductible expense antara lain, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian natura, premi asuransi, pembagian sebagian laba menjadi dividen dan masih banyak lainnya.
- Menghitung PKP
Menghitung penghasilan kena pajak (PKP) untuk badan cukup sederhana, yaitu Anda tinggal mengurangi jumlah peredaran bruto dengan deductible expense. Misalnya, dalam 1 tahun perusahaan Anda memiliki peredaran bruto sebesar Rp200.000.000 dan deductible expense sebesar Rp100.000.000. Angka Rp100.000.000 hasil pengurangan inilah yang nantinya akan menjadi dasar penghitungan pajak.
- Memasukkan ke Dalam Rumus
Untuk UMKM berdasarkan PPh Final 0,5%;
Cara menghitung pajak penghasilan badan untuk UMKM ini cukup sederhana, yaitu tinggal mengalikan angka 0,5% dengan jumlah omzet atau peredaran bruto perusahaan Anda selama satu tahun.
Misalnya, Joni membuka usaha pembuatan sepatu dan tas. Selama tahun 2023, omzet beliau mencapai Rp300.000.000. Maka, beban pajak yang harus dibayarkan oleh Joni adalah sebesar 0,5% x 300.000.000 atau sebesar Rp1.500.000.
Untuk badan usaha dengan omzet lebih dari 50 miliar rupiah;
Meskipun pada dasarnya caranya sama dengan poin nomor 1, namun pada tipe usaha ini, Anda harus mencari jumlah penghasilan kena pajak (PKP) terlebih dahulu. Misalnya, PT. Jayakarta 76 memiliki peredaran bruto sebesar 67,3 miliar rupiah dan biaya yang dikurangkan sebesar 43.000.000.000. Maka, penghasilan kena pajak perusahaan tersebut adalah sebesar 24,3 miliar rupiah. Dengan tarif PPh sebesar 20%, maka pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan tersebut adalah sebesar 4,86 juta rupiah.