sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani Sebut Generasi Muda RI Terancam Tak Dapat Beli Rumah

Milenomic editor Michelle Natalia
06/07/2022 11:52 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kemampuan generasi muda membeli rumah. Bahkan backlog perumahan mencapai 12,75 juta.
Sri Mulyani Sebut Generasi Muda RI Terancam Tak Dapat Beli Rumah. (Foto: MNC Media)
Sri Mulyani Sebut Generasi Muda RI Terancam Tak Dapat Beli Rumah. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kemampuan generasi muda membeli rumah. Hal itu, menurut dia, menjadi tantangan luar biasa yang membutuhkan dari semua stakeholder.

Persoalan papan Indonesia terdiri dari suplai dan permintaan. Suplai merupakan pihak yang memproduksi dan membangun rumah, sementara pemrintaan merupakan pihak yang membutuhkan rumah. 

"Pasar hanya bisa tercipta kalau dua sisi ini bertemu, tapi kalau ada constraint, mereka tidak ketemu, atau bertemu di level equilibrium yang tidak mencerminkan kebutuhan papan," ujar Sri dalam Webinar Road to G20 - Securitization Summit 2022 Day 1 di Jakarta, Rabu(6/6/2022). 

Lebih lanjut, dia menyebut terdapat backlog perumahan sebesar 12,75 juta. Itu artinya, jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia, terutama dari generasi muda yang akan berumah tangga cukup banyak, namun tidak bisa mendapatkan rumah.

Purchasing power mereka dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau enggak punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi," ungkap Sri.

Terlebih saat ini, kata dia, dari sisi suplai juga ada masalah. Harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya. Kontribusi sektor perumahan, sambung Sri, kontribusi dan share-nya terhadap APBN cukup signifikan, apalagi ditambah dengan aspek penciptaan kesempatan kerja.

"Dia punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13%. Namun, ini belum klop. Kita punya gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas. If you can exercise your demand, it means you have purchasing power. Saya bermimpi punya rumah dan saya berencana punya rumah, keduanya berbeda, mimpi ya mimpi, kalau berencana ya berarti sudah ada daya belinya untuk mengeksekusi rencananya," terang Sri.

Maka dari itu, menjembatani gap tersebut menjadi langkah penting bagi pemerintah.

Dari sisi Kemenkeu, telah diberikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menggunakan instrumen keuangan negara. 

"Pertama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah, atau pembebasan PPN dan pengenaan PPN 1% final untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan dalam situasi pandemi untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan agar tidak terpukul sangat dalam oleh dampak pandemi," tambah Sri.

Semua sektor, kata Sri, mengalami dampak akibat pandemi COVID-19 yang luar biasa, tidak terkecuali sektor perumahan yang credit growth-nya menurun sangat tajam hingga hanya sepertiga dari pertumbuhan 2019 di 2020. 

Maka untuk bisa menjadi shock absorber dan counter cyclical, APBN keuangan negara melakukan berbagai upaya, termasuk memberikan kemudahan dan keringanan dalam bentuk keringanan PPN tersebut. 

Pihaknya dalam hal ini membuat skema kredit rumah rakyat bersubsidi. Selain itu, ada fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, yang sering disebut dalam APBN itu FLPP.

Adapul subsidi selisih bunga (SSB) yang dapat memberi bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan. “Seolah-olah nabung padahal itu nyicil rumah," jelas Sri.

(FRI)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement