IDXChannel - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan perlu intervensi dalam penanganan stunting. Intervensi tersebut tidak hanya dilaksanakan sektor kesehatan, tetapi harus lintas sektor.
Diketahui, stunting adalah akumulasi dari kondisi dari sebelum menikah (anemia, kurang gizi), saat hamil (kurangnya konsultasi dokter, kurangnya suplemen ibu hamil), dan pasca kelahiran (rendahnya pengetahuan terkait ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tidak cukup protein).
“Intervensi juga tidak bisa dilakukan hanya ketika sudah ditemukan kasus stunting (hilir), tetapi harus dimulai dari sebelum penemuan kasus (hulu)” kata kata Tenaga Ahli Utama KSP, dr. Brian Sri Prahastuti dalam keterangannya, Senin (31/10/2022).
Dia juga mengatakan bahwa perlunya penguatan surveilans gizi pada balita, sehingga pemerintah dapat secara optimal mencapai target penurunan prevalensi stunting.
Sebagai provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Terkait dengan upaya percepatan penurunan stunting di NTT, terdapat beberapa hal strategis yang perlu dilaksanakan di antaranya adalah penguatan surveilans gizi terhadap balita, agar pendataan kasus stunting dapat lebih akurat," kata dr. Brian.
Menurutnya, hal ini diperlukan agar tidak terdapat perbedaan data yang signifikan terhadap prevalensi stunting baik menggunakan instrumen Survei Status Gizi Indonesia atau menggunakan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Perlu diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengamanatkan perlunya intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk mendorong pencapaian target prevalensi stunting sebesar 14% pada 2024.
Terdapat 12 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi dan jumlah kasus stunting tertinggi yang kemudian mendapatkan pendampingan terpadu dari kementerian/lembaga yang tergabung dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting.
Seperti diketahui, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia yaitu 37,8% pada 2021 berdasarkan kepada hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
Pemerintah sendiri terus mendorong penurunan stunting di Provinsi NTT. Salah satunya melalui kegiatan Pendampingan Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Kupang.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat lalu ini turut dihadiri oleh Deputi III Kementerian Koordinator Bidang PMK, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Plt. Kepala Bappelitbangda NTT, Kepala Perwakilan BKKBN NTT, Kepala Dinas Kesehatan NTT, dan perwakilan dari Kabupaten yang menjadi fokus yakni Sumba Barat Daya, Alor, dan Manggarai Timur.
(FRI)