Padahal Kerry dan Riza mengetahui bahwa Terminal BBM Merak bukan dimiliki PT Tangki Merak melainkan milik PT Oiltanking Merak. Singkatnya, Kerry memberikan persetujuan kepada Gading untuk menandatangani nota kesepahaman kerja sama itu.
Kerry, Riza Chalid, Gading melalui Irawan Prakoso juga mendesak Hanung dan Alfian Nasution untuk mempercepat proses kerja sama itu. Alhasil, hal itu ditindaklanjuti Hanung dan Alfian dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina untuk penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak.
"Meskipun kerja sama sewa terminal BBM dengan PT Oiltanking Merak tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung," ujar Jaksa.
Dalam pengadaan terminal BBM ini, Kerry, Gading dan Riza Chalid disebut diperkaya melalui PT Orbit Terminal Merak hingga sebesar Rp2,9 triliun.
"Memperkaya terdakwa Kerry, Gading dan Riza melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp2.905.420.003.854,00. dalam Kegiatan Sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak," tulis surat dakwaan itu.
Kerry juga melakukan perbuatan melawan hukum lainnya yang dianggap merupakan tindak pidana korupsi. Perbuatan itu dalam pengadaan sewa kapal.
Intinya, Kerry meminta Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping) menjawab konfirmasi atas kepastian pendapatan sewa kapal dari PT PIS sebagai sumber pendanaan angsuran pinjaman kredit investasi pembelian kapal oleh Bank Mandiri.
Hal itu dilengkapi dengan menyatakan bahwa PT PIS membutuhkan kapal yang akan dibeli oleh PT JMN dengan masa kontrak sewa antara 5-7 tahun padahal pada saat itu belum ada proses pengadaan sewa kapal antara PT JMN dengan PT PIS.
"Terdakwa Kerry, Dimas Werhaspati bersama-sama Sani Dinar Saifuddin dan Agus Purwono melakukan pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT JMN dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan “pengangkutan domestik” pada surat jawaban PT KPI kepada PT PIS dengan maksud agar dalam proses pengadaan tersebut kapal asing tidak dapat mengikuti tender," tulis surat dakwaan.