"Setelah itu kami dapat email tentang penetapan nilai barang sebesar USD22.846.52 (kurs Rp 15.688) Rp 361.039.239 dan diminta mengirimkan kelengkapan dokumen," jelasnya.
Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayaran pajak tersebut dikarenakan barang tersebut merupakan hibah alat pendidikan untuk digunakan siswa tuna netra. Namun dokumen lainnya tetap dikirim pihak sekolah.
Tak lama kemdian, pihak sekolah lalu mendapat email yang menyarankan barang tersebut di redress dengan mengisi sejumlah dokumen. Saran tersebut diiiyakan, namun tetap tidak disetujui.
"Setelah diproses cukup lama, kami dapat email kembali bahwa barang kiriman tersebut akan dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean. Setelah itu barang sudah cukup sulit diproses kembali karena mengharuskan sekolah membayar pajak yang telah dihitung sebelumnya," tuturnya.
SLB-A Pembina Tingkat Nasional lalu menghubungi OHFA Tech untuk berkoordinasi, serta menghubungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar mendapatkan bantuan. Namun belum ada titik terang mengenai kasus ini hingga sekarang.
"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutan dari barang tersebut sampai dengan saat ini," tutupnya. (WHY)