"Kemarin, kita menghadapi kanker dengan metode kemoterapi dan radioterapi, namun saat ini, radiofarmaka menjadi salah satu metode terbaru dalam menghadapi kanker. Kami meyakini Bio Farma bisa semakin melayani masyarakat," katanya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan tiga tantangan besar dalam sektor kesehatan Indonesia saat ini.
“Di era ini, bangsa kita menghadapi berbagai tantangan di aspek kesehatan. Pertama, berkembangnya penyakit baru. Kedua, lebih dari 90 persen Bahan Baku Obat kita masih impor, artinya kita sangat tergantung pada negara lain," katanya.
Namun secara bertahap, kata Ikrar, BPOM mengajak berbagai pihak untuk mengurangi ketergantungan tersebut sampai setidaknya mencapai angka 50 persen.
"Ketiga, SDM kita ditantang oleh perkembangan teknologi yang pesat. Oleh karena itu, peran berbagai stakeholder kesehatan sangat penting dalam menyikapi tantangan ini.” kata Taruna Ikrar.
Direktur Pengembangan Usaha Bio Farma, Yuliana Indriati mengatakan, dikantonginya NIE ini menandai pencapaian Bio Farma untuk mewujudkan kemandirian nasional di bidang radiofarmasi.
"Ini menjadi tonggak penting dalam transformasi Bio Farma sebagai pemain utama industri farmasi berteknologi tinggi. Ini membuka jalan bagi kemandirian teknologi radiofarmasi, yang selama ini sangat bergantung pada impor," kata Yuliana.
Melalui penerbitan NIE ini, kata Yuliana, Bio Farma akan memproduksi dan mendistribusikan FDG secara nasional dari fasilitas produksi berlisensi dengan standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
"Untuk mendukung rumah sakit rujukan nasional dan fasilitas onkologi di berbagai daerah," kata dia.
(Nur Ichsan Yuniarto)