Hasil analisis BMKG, potensi cuaca esktrem di wilayah Indonesia terjadi akibat dinamika atmosfer yang terus terjadi dan munculnya bibit siklon di dekat wilayah Indonesia.
"Oleh karenanya, curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi dan perlu diwaspadai terutama di wilayah yang rentan terdampak cuacah ektrem," ujar Dwikorita.
Berdasarkan data-data tersebut, Dwikorita mengajak seluruh pihak untuk memahami dan merespon peringatan dini cuaca esktrem dengan melakukan aksi.
Dwikorita mengatakan sebagai mata rantai bencana di Indonesia, tentunya BMKG tidak bisa bertindak sendirian dan membutuhkan bantuan dari berbagai macam pihak. Kolaborasi pentahelix menjadi penting dilakukan agar seluruh pemangku kepentingan mampu bergotong royong sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Adapun mata rantai kebencanaan di Indonesia sendiri seyogianya dibagi menjadi tiga tahap yaitu BMKG di hulu sebagai pemberi informasi peringatan dini, Pemerintah Daerah, BNPB, Badan SAR, media massa, TNI, dan Polri sebagai interface, dan masyarakat di hilir. Kesinambungan inilah yang harus berjalan tanpa terkecuali dan menutup gap mata rantai informasi peringatan dini bencana.