Menurutnya, dalam laporan organisasi meteorologi dunia atau World Meteorological Organization (WMO), rata-rata suhu di 2023 meningkat sebesar 1,45 derajat Celcius dibandingkan dengan era pra industri. “Jadi baseline itu tahun 1850 hingga tahun 1900, hingga sampai tahun 2023 meningkatnya sudah mencapai 1,45 derajat Celcius,” imbuhnya.
“Padahal kesepakatan Paris, itu baru akan tercapai di akhir abad, itu disepakati tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celcius untuk akhir abad. Nah, ini baru tahun 2023. Jadi betapa kita ini sudah sangat dekat dengan batas dari kesepakatan tadi. Sebelum tahun 2023, jadi tahun 2022 itu masih 1,2 derajat Celcius,” kata Dwikorita.
Dwikorita menegaskan, kenaikan suhu ini berdampak pada semakin seringnya kejadian ekstrem. “Dan kita melihat kejadian ekstrem sudah semakin sering, intensitasnya semakin menguat dan durasinya semakin panjang,” jelasnya.
“Jadi tahun 1855, suhu ini kan masih berkisar di antara itu sebagai baseline ya sebagai dasar kemudian hingga tahun 1920-1933, ini rata-rata kurang lebih stabil suhu permukaan ya. Namun kemudian terjadi peningkatan hingga tahun 1970-an, 1970-an meningkat sudah terjadi peningkatan dan terjadi lonjakan pasca 1975,” ujar Dwikorita.