IDXChannel – Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dinilai perlu dilakukan menyusul dibentuknya Badan Penyelenggara Haji (BPH). Pasalnya, kewenangan pelaksanaan haji yang diatur dalam UU itu masih dipegang Kementerian Agama (Kemenag).
"Kalau menurut UU Haji, yang melaksanakan ibadah haji itu adalah menteri agama. Kalau bergeser dari menteri agama, itu payung hukum, maka harus segera direvisi UU," kata Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Kendati demikian, dia menilai revisi UU Penyelenggara Ibadah Haji dan Umrah tak bisa dilakukan saat ini. Pasalnya, persiapan pelaksanaan ibadah haji 2025 sudah berjalan.
"Mengingat pelaksanaan haji sudah berjalan sekarang, tidak mungkin revisi kalau untuk tahun ini," tutur Marwan.
Atas dasar itu, dia menyarankan pemerintah bisa memberi disposisi kepada menteri agama untuk tetap memiliki tugas dalam menyiapkan ibadah haji 2025. Ia juga menyarankan agar BPH bisa bertugas sebagai operator dalam pelaksanaan haji 2025.
"Kami memberi saran ke pemerintah untuk pelaksanaan payung hukum, umpamanya MoU ketemu Pemerintah Saudi, masih menag," tutur Marwan.
Agar BPH dapat berperan, Komisi VIII menyarankan juga supaya presiden melibatkan badan tersebut. Sebagai contoh, dalam hal operator di lapangan, semua urusan diserahkan kepada penyelenggara haji.
Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk Badan Penyelenggara Haji (BPH). Dengan demikian, pengelolaan masalah haji tidak lagi di bawah Direktorat Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) seperti sebelumnya.