Selain itu, perubahan pola tarif JKN dan dampak biaya tindak lanjut atas hasil skrining 14 penyakit juga disebut menjadi faktornya.
“Kita semua memahami bahwa pasca Covid-19 itu terjadi rebound effect di mana utilisasi rumah sakit, utilisasi klinik semakin meningkat. Tentunya juga disebabkan ada perubahan pola tarif JKN sebagaimana Permenkes Nomor 3 tahun 2023,” katanya saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
“Dampak biaya tindak lanjut atas hasil skrining 14 penyakit sesuai implementasi Per BPJS Nomor 3 tahun 2024,” katanya.
Abdul juga mengatakan, tingkat keaktifan peserta BPJS yang masih rendah juga memengaruhi potensi defisit BPJS Kesehatan. Apalagi, berdasarkan data pada 31 Desember 2024, tercatat ada 55 juta peserta yang tidak aktif kepesertaan BPJS-nya.
“Tentunya ini berdampak pada pengumpulan iuran sehingga nantinya akan mempunyai berpotensi defisit BPJS Kesehatan. Terakhir adalah penanganan fraud belum optimal sehingga demikian hal ini berpengaruh pada potensi defisit BPJS Kesehatan,” ujarnya.
(Dhera Arizona)