"Pokoknya yang penting, landscape-nya kurang sehingga kita perlu meningkatkan kapasitas, landscape," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, dia pun menyoroti banyaknya kayu gelondongan yang terbawa arus banjir bandang di wilayah Batang Toru, Tapanuli Selatan.
Bedasarkan kajian peta satelit kementerian Lingkungan Hidup, bagian hulu wilayah tersebut seharusnya merupakan hutan. Namun kini beralih fungsi menjadi lahan pertanian.
"Ini fungsinya secara tata ruang justru kepada pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah. Padahal tempatnya di puncak ya, sehingga begitu terjadi bencana ya seperti ini," kata dia.
Pihaknya juga melihat adanya indikasi pembukaan lahan sawit yang membuat pohon di hutan wilayah tersebut terpaksa ditebangi. Kayu-kayu bekas penebangan hutan terpaksa dipinggir atau tidak bisa dibakar lantaran adanya kebijakan zero burning.
"Kemudian ada indikasi pembukaan-pembukaan kebun sawit yang menyisakan log-log (kayu gelondongan), karena memang kan zero burning sehingga kayu itu tidak dibakar tapi dipinggirkan. Nah ternyata banjirnya yang cukup besar mendorong itu menjadi bencana berlipat-lipat," kata Hanif.
(Nur Ichsan Yuniarto)