Dia menjelaskan, pencampuran biasanya dilakukan karena hasil gabah yang masuk dan keluar dari penggilingan memiliki komposisi berbeda, termasuk kadar broken rice (beras patah) yang berkisar di angka 5 persen.
Proses blending bertujuan untuk menjaga standar kualitas dan keseragaman produk yang diterima konsumen.
Andreas mengimbau pemerintah dan pelaku industri pangan untuk lebih cermat dalam memilih kata, terutama dalam komunikasi publik yang menyangkut produk konsumsi masyarakat luas.
“Ini bukan soal teknis semata, tapi soal persepsi publik. Kalau istilah yang dipakai sudah membuat orang takut duluan, padahal sebenarnya praktiknya aman dan lazim, maka itu bisa berdampak buruk pada kepercayaan konsumen,” katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)