IDXChannel - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus pemerasan dan gratifikasi dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Praktik tersebut berlangsung sejak 2012 hingga saat ini. Dalam catatan KPK, uang yang diterima para tersangka dari hasil pemerasan sekurang-kurangnya mencapai Rp53,7 miliar selama periode 2019-2024.
Uang tersebut juga dibagikan kepada para pegawai di Direktorat PPTKA sebagai uang dua mingguan.
"Selain dinikmati oleh para tersangka, uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh Pegawai Direktorat PPTKA, kurang lebih 85 orang sekurang-kurangnya sebesar Rp8,94 miliar," kata dia.
Dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi pengurusan RPTKA, KPK menetapkan 8 orang tersangka yang merupakan pejabat Binapenta dan PPTKA Kemnaker. Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menyebut kedelapan orang tersebut berinisial SH, HYT, WP, DA, GW, PCW, JS, dan AE.
Modusnya yaitu melakukan pemerasan dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA agar dokumen tersebut terbit dan TKA bisa bekerja di Indonesia.
"SH, WP, HY, dan DA juga memerintahkan pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang," katanya
"Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA," sambungnya.
Lebih lanjut, Budi menyebut korban pemerasan paling banyak merupakan TKA yang bekerja di sektor pertambangan.
"Pihak-pihak yang diperas ini karena merasa di bidang pertambangan yang mempunyai income besar sehingga tidak keberatan melakukan penyetoran uang-uang kepada oknum-oknum di Kemnaker," ujarnya.
Sementara uang yang dikumpulkan tersangka pada periode 2019-2024 berjumlah:
- SH sekurang-kurangnya Rp460 juta.
- HY sekurang-kurangnya Rp18 miliar.
- WP sekurang-kurangnya Rp580 juta.
- DA sekurang-kurangnya Rp2,3 miliar.
- GTW sekurang-kurangnya Rp6,3 miliar.
- PCW sekurang-kurangnya Rp13,9 miliar.
- ALF sekurang-kurangnya Rp1,8 miliar.
- JMS sekurang-kurangnya Rp1,1 miliar.
(Febrina Ratna Iskana)