IDXChannel - Indonesia memegang Presidensi G20 tahun 2022 hingga puncaknya yaitu perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diadakan di Nusa Dua, Bali pada 15-16 November mendatang.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 merupakan forum yang dinilai efektif dalam mengatasi krisis global.
Para menteri bidang energi negara-negara G-20 mengharapkan prinsip “Bali Compact" masuk dalam poin deklarasi pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT- G20) di Bali pada 15-16 November 2022.
Prinsip tersebut merupakan komitmen negara G-20, menjadi bagian dari solusi kunci mengatasi krisis energi global yang sedang terjadi saat ini.
Menanggapi gal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai komitmen negara anggota G20 sudah memiliki rencana dan memulai untuk mencapai target net zero emission (NZE) menjadi sangat baik karena berupaya untuk menyelamatkan bumi dari bahaya emisi gas rumah kaca.
"Saya kira ini hal yang bagus sekali ketika semua negara G20 mempunyai komitmen menuju NZE. Hal pastinya sebagai upaya untuk menyelamatkan bumi dari bahaya emisi gas rumah kaca," kata Mamit kepada awak media, Senin (14/11/2022).
Mamit mengungkapkan, namun untuk mencapai NZE tersebut perlunya biaya yang cukup besar. Menurut ia, butuh dukungan dan kerjasama dengan semua pihak agar proses transisi bisa berjalan dengan sebagaimana semestinya.
"Hanya saja, untuk menuju NZE ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Butuh dukungan dan kerjasama dengan semua pihak agar proses transisi ini bisa berjalan dengan baik," ungkapnya.
"Tanpa dukungan dan kerjasama saya kira tidak akan berjalan secara baik. Apalagi untuk negara berkembang seperti Indonesia yang tidak mungkin mengandalkan dana APBN sendiri hanya untuk menuju NZE. Jadi butuh dukungan negara lain," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, prinsip-prinsip yang ada di Bali Compact bisa menjadi warisan dari Indonesia untuk G20.
"Prinsip-prinsip yang ada pada Bali Compact ini akan menjadi legacy, dan harapan kami akan bisa mewarnai semua pelaksanaan transisi energi di negara-negara G20," kata Yudo, dikutip dari ebtke.esdm.go.id, Senin (14/11/2022).
Dia mengatakan itu dalam acara konferensi pers bertajuk #G20Updates yang dilaksanakan secara virtual oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kementerian Maritim), Selasa (8/11/2022).
Tak hanya untuk negara G20, Yudo menyebutkan, bukan hal yang mustahil jika Bali Compact yang disepakati dalam Forum Transisi Energi G20 pada awal September 2022 bisa dimanfaatkan oleh negara-negara di luar G20.
Sebab,.Bali Compact bersifat high level dan mendapatkan berbagai masukan dari berbagai keinginan negara-negara anggota G20 sehingga bisa dikerucutkan dan disepakati bersama.
"Banyak negara anggota G20 berpendapat ini goes beyond G20. Ini bisa diterapkan di luar negara G20," ujarnya melansir ebtke.esdm.go.id, Sealsa.
Yudo menilai, Bali Compact ke depan akan menjadi tonggak transisi energi dunia dan Indonesia meninggalkan legacy yang berharga untuk mencapai NZE secara global.
"Tentunya pasti Bali Compact bisa menjadi dasar untuk disempurnakan, ditambah, dan diperbaharui oleh semua negara di dunia," tuturnya.
Yudo menjelaskan, Bali Compact adalah prinsip-prinsip yang ditawarkan Indonesia dalam forum transisi energi G20.
Sementara itu, setiap negara anggota G20 sudah memiliki rencana dan memulai untuk mencapai target net zero emission (NZE) masing-masing.
Oleh karenanya, muncul ide membuat prinsip-prinsip untuk melaksanakan dan mempercepat NZE.
Kemudian, ide tersebut didiskusikan sehingga tercapai konsensus dari negara anggota G20 yang akhirnya dinamakan Bali Compact.
"Bali Compact berisi sembilan prinsip utama percepatan transisi energi dengan mempertimbangkan benefit kepada semua pihak dan tanpa no one left behind. Semua sepakat bahwa dalam melaksanakan transisi energi tanpa ada yang tertinggal,” jelasnya.
(SAN)