IDXChannel – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono (AP), menerima uang pelicin atau fee dari pengusaha terkait pengurusan izin ekspor impor.
Andhi diduga menerima fee agar pengusaha mendapatkan kemudahan dalam mengurus izin ekspor impor di Bea Cukai.
Dugaan itu kemudian dikonfirmasi penyidik kepada empat orang saksi yakni, istri Andhi Pramono, Nurlina Burhanuddin; karyawan swasta, Fani Pontiafny; serta dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) Agus Triono dan Rully Ardian. Para saksi juga dikonfirmasi soal aliran uang Andhi Pramono.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan aliran uang yang dinikmati tersangka AP dari berbagai pihak swasta," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, melalui pesan singkatnya, Senin (31/7/2023).
"Di samping itu terkait dengan jabatan tersangka AP yang memberikan kemudahan ke beberapa pengusaha dalam kegiatan ekspor impor dengan imbalan sejumlah uang," sambungnya.
KPK sebelumnya menetapkan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono, sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Andhi mengantongi gratifikasi Rp28 miliar hasil dari menjadi broker atau perantara para importir. Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.
Andhi diduga mengumpulkan uang tersebut lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor. KPK menyebut uang-uang dari hasil broker para importir tersebut ditampung di rekening Andhi dan mertuanya.
Tindakan tersebut dipastikan telah bertentangan dengan tugas dan kewenangannya sebagai pejabat Ditjen Bea Cukai. Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis seperti rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan, berlian, hingga polis asuransi.
Terkait perkara itu, Andhi dijerat dua pasal sekaligus yakni terkait penerimaan gratifikasi dan TPPU. Ia disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ia juga disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
(FRI)