IDXChannel - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sempat mengirimkan surat yang berisi bantuan terkait penyusunan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terutama terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan persoalan-persoalan hak asasi manusia (HAM).
Namun Wakil Menteri Kementerian Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menilai surat pernyataan dari PBB untuk Indonesia sangat terlambat.
Terlebih, kata Eddy, PBB tidak mengirimkan surat ke pemerintah, melainkan ke Komisi III DPR RI.
"Surat itu kami terima pada tanggal 25 November dan tidak ke pemerintah melainkan ke Komisi III DPR. Jadi, ya, sangat terlambat,” kata Eddy dalam konferensi pers secara daring bersama Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Senin (12/12/2022).
Eddy menjelaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan sosialisasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan pasal-pasal KUHP baru.
Sosialisasi, kata Eddy, akan dilakukan melalui dialog dan diskusi, terutama dengan aparat penegak hukum dan masyarakat, supaya ada standar parameter yang sama untuk menjembatani pasal-pasal tersebut.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan telah memanggil perwakilan PBB di Indonesia untuk menjelaskan ihwal KUHP.
"Terkait pernyataan perwakilan PBB yang di Indonesia memang sudah dipanggil pagi hari ini oleh Kemlu," kata Teuku Faizasyah dalam jumpa pers soal KUHP pada Senin (12/12/2022).
"Mengapa kami memanggil? Karena ini merupakan salah satu tata hubungan dalam berdiplomasi, ada baiknya adab yang berlaku adalah dalam interaksi perwakilan asing atau PBB di suatu negara ada jalur komunikasi untuk membahas berbagai isu. Jadi kita tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan satu hal yang belum diverifikasi," sambungnya.
Teuku mengatakan, seharusnya perwakilan asing di suatu negara tidak menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan hal yang belum terverifikasi. Menurutnya, PBB dapat menggunakan jalur komunikasi yang tersedia di antara pihak terkait untuk membahas berbagai isu.
"Justru kesempatan untuk bertemu Kemlu menjadi kesempatan bagi mereka sebagai perwakilan diplomatik menyampaikan pandangan mereka dan kita akan jawab. Ada norma sepatunya dilakukan perwakilan di suatu negara," katanya.
Untuk diketahui, PBB menyampaikan teguran hingga kritikan soal pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pekan lalu.
Sejumlah badan hak asasi manusia (HAM) PBB menganggap KUHP baru Indonesia berisi muatan pasal-pasal kontroversial yang mengancam kebebasan berekspresi hingga penegakan HAM.
(FRI)