Budi menjelaskan, model INA CBGs diadopsi pemerintah dari Malaysia. Untuk itu, masih ada sejumlah hal yang kurang cocok untuk diterapkan di Indonesia.
"Kenapa? Karena kita ambil INA-CBGs kita ambil itu modelnya model Malaysia, kita impor saja. Jadi banyak yang belum cocok dengan kondisi di Indonesia dan juga paket-paketnya juga enggak cocok," kata Budi.
Dengan sistem INA-DRG, kata Budi, nanti pasien akan medapat perawatan klas tertentu dengan penyakit yang sama.
"Jadi kenapa kita mesti ubah? Karena nanti RS bapak ibu, sekarang kan rujukannya dibagi Klas A dirujuk, itu tempat tidurnya lebih banyak. Padahal harusnya rujukan itu penyakitnya yang lebih parah kan," kata Budi.
"Orang sakit kanker enggak bisa di Klas B, ya kita rujuk ke Klas A, kenapa? Karena Klas A tempat tidurnya lebih banyak, ya salah dong. Harusnya dirujuk Klas A karena kompetensi dia menangani kanker lebih baik," ujarnya.
(Dhera Arizona)