sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sistem Telekomunikasi Pascabencana Aceh Masih Rentan Lumpuh, Kesiapsiagaan Operator Dipertanyakan

News editor Dhera Arizona Pratiwi
22/12/2025 17:41 WIB
Akses komunikasi berupa layanan internet Aceh berulang kali lumpuh di tengah situasi darurat pascabencana banjir dan longsor.
Sistem Telekomunikasi Pascabencana Aceh Masih Rentan Lumpuh, Kesiapsiagaan Operator Dipertanyakan. (Foto Istimewa)
Sistem Telekomunikasi Pascabencana Aceh Masih Rentan Lumpuh, Kesiapsiagaan Operator Dipertanyakan. (Foto Istimewa)

IDXChannel - Akses komunikasi berupa layanan internet Aceh berulang kali lumpuh di tengah situasi darurat pascabencana banjir dan longsor. Alhasil, potensi kelalaian operator telekomunikasi kembali menjadi sorotan karena hal tersebut menyulitkan masyarakat memperoleh informasi penting.

Konsultan Hukum dan Mediator PMN LBH Qadhi Malikul Adil, Bukhari menilai kondisi tersebut sebagai persoalan serius yang tidak bisa lagi dipahami sebatas gangguan teknis.

“Pascabanjir dan longsor, kita melihat betapa rentannya sistem telekomunikasi di Aceh. Internet langsung blackout begitu listrik terputus. Ini bukan semata persoalan teknis, tetapi menyangkut tanggung jawab hukum dan pelayanan publik,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (22/12/2025).

Menurut dia, matinya internet setiap kali terjadi gangguan sistem mencerminkan lemahnya kesiapsiagaan operator telekomunikasi di wilayah rawan bencana. Padahal, layanan komunikasi merupakan infrastruktur vital yang seharusnya tetap berfungsi dalam kondisi krisis.

Fakta di lapangan menunjukkan banyak Base Transceiver Station (BTS) di Aceh tidak dilengkapi cadangan daya yang memadai.

Idealnya, tower telekomunikasi memiliki baterai atau genset yang mampu menopang operasional minimal empat hingga delapan jam. Namun, pada praktiknya, sebagian BTS hanya bertahan puluhan menit, bahkan ada yang langsung mati ketika pasokan utama terganggu.

Dalam kondisi darurat, tanggung jawab operator tidak berhenti pada keberadaan genset semata. Ketika genset BTS kehabisan bahan bakar, operator seharusnya segera melakukan pengisian ulang.

Jika genset rusak akibat terdampak bencana, penggantian atau perbaikan cepat menjadi kewajiban, bukan opsi.

Alhasil, ketergantungan berlarut pada pemulihan pihak lain mencerminkan lemahnya manajemen kedaruratan.

Dia menegaskan, kewajiban tersebut bukan pilihan, melainkan tanggung jawab yang melekat pada penyelenggara layanan telekomunikasi.

“Jika tidak dipenuhi, kondisi ini bisa dikategorikan sebagai kelalaian korporasi yang berdampak langsung pada kepentingan dan keselamatan masyarakat,” katanya.

Kondisi ini bertentangan dengan kewajiban yang diatur dalam UU No. 36 Tahun 1999 dan PP No. 46 Tahun 2021 yang mewajibkan penyelenggara telekomunikasi menjamin keandalan dan kesinambungan layanan, termasuk saat bencana. 

Peristiwa berulang di Aceh menjadi peringatan keras bahwa internet bukan sekadar layanan tambahan, melainkan kebutuhan dasar yang tidak boleh lumpuh justru saat paling dibutuhkan.

(Dhera Arizona)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement