Fakta di lapangan menunjukkan banyak Base Transceiver Station (BTS) di Aceh tidak dilengkapi cadangan daya yang memadai.
Idealnya, tower telekomunikasi memiliki baterai atau genset yang mampu menopang operasional minimal empat hingga delapan jam. Namun, pada praktiknya, sebagian BTS hanya bertahan puluhan menit, bahkan ada yang langsung mati ketika pasokan utama terganggu.
Dalam kondisi darurat, tanggung jawab operator tidak berhenti pada keberadaan genset semata. Ketika genset BTS kehabisan bahan bakar, operator seharusnya segera melakukan pengisian ulang.
Jika genset rusak akibat terdampak bencana, penggantian atau perbaikan cepat menjadi kewajiban, bukan opsi.
Alhasil, ketergantungan berlarut pada pemulihan pihak lain mencerminkan lemahnya manajemen kedaruratan.