Modus kejahatan selanjutnya yaitu melakukan mark up pada kontrak pengiriman minyak yang merugikan negara.
Qohar menjelaskan pada saat dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang diperoleh fakta adanya mark up kontrak shiping atau pengiriman yang dilakukan tersangka YF selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping. Sehingga, negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAN mendapat keuntungan dari transaksi tersebut.
"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh oleh produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HP atau harga indeks pasar, bahan bakar minyak untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal atau lebih tinggi. Sehingga, dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi bahan bakar minyak setiap tahun melalui APBN," katanya.
Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen. Pertama kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui demut atau broker, kerugian impor BBM melalui demut atau broker, kerugian pemberian kompensasi, dan kerugian karena pemberian subsidi karena harga minyak tadi menjadi tinggi.
Perbuatan tersangka melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 3 junto pasal 18 uu no 31 th 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(Febrina Ratna Iskana)