“Ini harus dibedakan ya. Upaya untuk perorangan dengan upaya kesehatan masyarakat. Kalau upaya kesehatan masyarakat tentu itu sudah menyangkut menular dan publik ya. Bagaimana sistem surveinlence segala macam itu sebetulnya bukan tanggung jawab BPJS,” sambungnya.
Ali kembali memastikan, bahwa BPJS hanya menanggung masalah kesehatan perorangan, dan tidak menanggung biaya faskes, dokter, termasuk vaksin DBD. Menurutnya, hal ini sangat penting untuk diketahui masyarakat, karena agar tidak menimbulkan kerancuan yang berujung menjadi sebuah polemik.
“Tetapi, karena saya juga dulu orang Kemenkes ya, itu kami sangat concern dan membantu. Tetapi sesuai dengan undang-undang sebetulnya beda antara supply side dengan demand side. Supply side, itu untuk faskesnya, dokternya, termasuk obatnya itu bukan tanggung jawabnya BPJS. Ini harus diketahui ya,” tutur Ali.
“Nah BPJS itu menjamin akses untuk demand side-nya, yang UKP (upaya kesehatan perorangan). Nanti kalau ini misalkan masalah orang perorangan, nah itulah BPJS. Jadi tidak campur aduk ya. Jadi sebuah manajemen yang bagus itu tidak hanya bagaimana planning-nya, bagaimana eksekusinya, kemudian monitoring, evaluasi, tapi siapa mengerjakan apa itu harus jelas. Kalau itu enggak jelas, nah ini orang jadi enggak tahu dan itu menjadi persoalan,” sambung Ali.
(FRI)