Namun, Imam Al-Ghazali dalam kitab "Ihya Ulumiddin" menyebutkan bahwa wanita hamil atau menyusui yang tidak sanggup berpuasa karena khawatir terhadap kesehatan diri atau bayinya wajib membayar fidyah, atau boleh mengganti puasanya di luar bulan Ramadan sebanyak yang ditinggalkan.
Sementara itu, dalam situasi di mana wanita hamil hanya khawatir akan anaknya saja jika berpuasa, Syaikh Yahya menyebutkan bahwa terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama:
- Ulama Syafi'iyah dan Hanbaliyah memandang bahwa ibu hamil dan menyusui harus mengganti puasa dan membayar fidyah.
- Madzhab Maliki dan sebagian ulama Syafi'i berpendapat bahwa wanita hamil hanya perlu mengganti puasa, tidak wajib membayar fidyah. Sementara wanita menyusui harus mengganti puasa dan membayar fidyah.
- Sebagian ulama menyatakan bahwa wanita hamil dan menyusui hanya wajib membayar fidyah, tanpa mengganti puasa.
- Pandangan lain menyebutkan bahwa wanita hamil dan menyusui tidak wajib mengganti puasa atau membayar fidyah.
- Ada yang memberikan pilihan, yaitu membayar fidyah atau mengganti puasa, tergantung pada kesanggupan dan keinginan wanita tersebut.
- Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui hanya perlu mengganti puasa, tidak perlu membayar fidyah.
Dalam hal ini, Syaikh Yahya menyatakan bahwa yang kuat menurutnya adalah kewajiban mengganti puasa saja bagi wanita hamil dan menyusui, tanpa membayar fidyah.
Namun, jika mereka tidak mampu mengganti puasa, maka kewajiban tersebut dapat diganti dengan membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin sebagai ganti satu hari puasa.
Penting untuk dicatat bahwa wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika mereka tidak mampu dan disertai dengan kesulitan yang membahayakan.