IDXChannel - Kembali dibukanya akses ibadah haji ke Tanah Suci menimbulkan risiko kenaikan kasus Covid-19, khususnya subvarian BA.4 dan BA.5 selepas jamaah haji pulang ke Tanah Air.
Terlebih, ada kekhawatiran jamaah dari berbagai negara ada yang tidak ketat protokol kesehatan dan ini membahayakan jamaah lain. Kelengahan jamaah haji dalam memakai masker misalnya, itu akan memberi dampak nyata bagi jamaah lain.
Risiko ini coba di-capture DR.dr. M. Athoillah Isfandiari, M.Kes, Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga, bahwa ketidakpatuhan jamaah haji dari berbagai negara akan memicu potensi jamaah haji Indonesia kembali ke Tanah Air bawa oleh-oleh BA.4 dan BA.5.
"Sebanyak 4 juta orang berkumpul di satu tempat yang sama, mungkin banyak yang tidak pakai masker, ini memicu risiko penyebaran BA.4 dan BA.5. Alhasil, jamaah haji Indonesia bisa saja membawa oleh-oleh BA.4 dan BA.5 setelah menjalankan ibadah haji," katanya di Webinar PB IDI, Kamis (23/6/2022).
Adanya risiko ini menurut dr Athoillah, bisa ditekan potensinya oleh pemerintah Indonesia, khususnya petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di pintu kedatangan jamaah haji. Ada 2 rekomendasi yang ditawarkan PB IDI untuk menekan risiko tersebut.
Pertama adalah meningkatkan pengawasan surveilans dilihat dari gejala klinis jamaah haji. Artinya, ketika gejala tidak muncul, tidak terlihat gejala, maka bisa dilakukan karantina 3 hari bagi jamaah haji.
"Itu seperti prosedur karantina di era Omicron saat puncaknya terjadi. Nah, setelah 3 hari karantina dan jamaah haji tidak menunjukkan gejala klinis Covid-19, mereka baru dipersilahkan kembali ke daerah asal," ungkap dr Athoillah.