"Dan ini harus kita benahi bersama dan ini tanggungjawab kita bersama. Syariahnya cukup baik, tapi ini oknum-oknum yang memanfaatkan syariah. Kalau bagi hasil, Pak Dedi dagang sama saya bagi hasil, kalau kita untung 10, kita bagi dua, tapi ini gak, saya untung 10 kita bagi 2, tapi kalau saya rugi tidak bagi 2. Saya harus bayar 10-nya. Ini yang terjadi," katanya.
Terkait pemerasan, kata Jusuf, sejak Maret 2021, Jusuf mengirimkan uang senilai Rp 795 miliar kepada manajemen bank syariah swasta tersebut dengan keterangan pelunasan utang perusahaan. Anehnya, uang yang dikirim justru menggantung di rekeningnya dan tanpa diproses bank. Selama itu juga bunga utang berjalan hingga dua bulan.
Karena merasa ada kejanggalan, dia pun meminta pihak bank mengembalikan uang yang sudah dibayarkan. Sebelumnya manajemen bank dan pihak perusahaan sudah menyepakati adanya pembayaran utang sebelum uang Rp 795 miliar transfer.
Alih-alih menerima uang dengan nominal utuh, Jusuf justru hanya menerima Rp 690 miliar saja. Dari keterangan bank, sisa uang digunakan untuk pembayaran bunga.
"Lalu tanggal 6 saya kasih instruksi, saya bilang, kalau kamu tidak mau dibayar, kembalikan uang saya dong. Dikembalikan, tapi dikembalikan cuman Rp 690 miliar. Sisa 107 miliar dipegang, alasan untuk pembayaran bunga," tutur dia.