Kebijakan libur Ramadan sudah ada sejak kolonial Hindia Belanda. Pada saat itu, pemerintah kolonial meliburkan seluruh sekolah, mulai dari tingkat dasar (Hollandsch Inlandsche School) sampai tingkat menengah keatas (Hogere Burger School dan Algemene Middelbare School).
Pada masa Presiden Soekarno, kebijakan ini terus dilanjutkan dengan penyesuaian jadwal. Langkah tersebut bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjalankan ibadah puasa dengan lebih khusyuk.
Abdul Mu'ti menyebutkan tiga opsi yang beredar di masyarakat mengenai libur sekolah selama Ramadan:
- Libur penuh dengan kegiatan keagamaan, seperti pesantren kilat, yang memungkinkan siswa memanfaatkan waktu libur untuk meningkatkan pemahaman agama.
- Libur parsial atau libur diberikan beberapa hari menjelang Ramadan hingga menjelang Idul Fitri. Ini merupakan pola yang biasa berlaku saat ini.
- Opsi libur biasa seperti tahun-tahun sebelumnya, dengan tetap menjalankan aktivitas belajar secara penuh selama Ramadan.
(Febrina Ratna Iskana)