Kehadiran model-model hybrid produksi lokal ini, kata dia, telah menyerap ribuan tenaga kerja, mulai dari lini produksi, rantai pasok komponen, hingga sektor logistik dan penjualan.
Aktivitas produksi hybrid yang terus meningkat ini berkontribusi langsung pada perputaran ekonomi nasional, terutama karena rantai pasoknya lebih panjang dibanding kendaraan impor utuh.
Dia memperkirakan prospek kendaraan hybrid pada 2026 lebih baik dibandingkan tahun ini. Apalagi, insentif untuk BEV berstatus impor utuh atau CBU (completely built-up) berakhir.
Kondisi tersebut dinilai akan mendorong peningkatan permintaan terhadap kendaraan hybrid.
"Estimasi saya kalau HEV bisa 5 persen market share-nya. Beberapa pemain yang tadinya hanya menjual BEV akan menawarkan HEV, jadi akan banyak variasi model dari yang kecil sampai yang besar," kata Riyanto.
Senada, Pengamat Otomotif Bebin Djuana juga menilai kendaraan hybrid seharusnya mendapat perhatian lebih besar dari sisi kebijakan fiskal. Jika fokus pemerintah pada emisi, mobil hybrid perlu diperhitungkan, bukan hanya menyasar BEV.
"BEV memang tidak menyumbang emisi, sedangkan hybrid mengurangi emisi, pada saat yang sama juga mengurangi pemakaian BBM. Sudah sepatutnya pajaknya dikurangi. Jika hal ini terjadi tentu market hybrid akan meningkat," kata Bebin.