“Kalau masuk ke Indonesia, dalam skala bisnis harus didukung infrastruktur yang siap. Berbeda dengan bus kota karena sudah ketahuan rutenya, jadi isi baterainya sudah tahu di titik mana saja. Kalau komersial rutenya berubah-ubah setiap hari,” ujar Yuzak.
Selain itu, kendala utama kendaraan niaga listrik adalah pengisian baterai yang memakan waktu lama. Sedangkan efisien waktu menjadi yang terpenting dalam operasional kendaraan niaga.
“Untuk BEV membutuhkan charging station yang cukup. Kalau isi solar 5-10 menit selesai, sedangkan isi baterai butuh berjam-jam dan jarak tempuhnya baru 200 km. Kalau harus charge berjam-jam, hitungan di komersial produktivitasnya menurun,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini setiap produsen berusaha menciptakan teknologi ultrafast charging, yang dapat mengisi daya hingga 80 persen dalam hitungan menit. Namun, teknologi ini juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan baterai dalam jangka waktu panjang.
Kendati begitu, Yuzak memastikan secara teknologi Isuzu sudah siap untuk menghadapi tantangan global mengenai elektrifikasi. Tetapi untuk saat ini, ia memastikan IAMI belum tertarik menjual kendaraan niaga listrik di Indonesia.