Ekspansi bisnis Zuck ini sepertinya tidak terlalu mendapat sambutan baik dari pasar.
Sayangnya, keputusan Zuckerberg untuk fokus pada metaverse ini telah menelan biaya perusahaan hingga USD10 miliar di tahun lalu.
Akibatnya, Zuck banyak mendapat kritik. CEO Altimeter Capital Brad Gerstner baru-baru ini juga mengirim surat terbuka kepada Zuckerberg yang memintanya untuk memotong pengeluaran di metaverse dan mengurangi jumlah karyawan.
Masihkah Metaverse Relevan di Masa Depan?
Salah satu media sosial milik Meta, Facebook, pernah menjadi salah satu platform paling populer di dunia dengan miliaran pengguna. Facebook juga yang telah mengantarkan Mark Zuckenberg menjadi salah satu orang terkaya dunia.
Namun semenjak bos Meta ini mengembangkan metaverse dalam bisnisnya, dunia Meta seakan bergeser.
Salah satu proyek metaverse milik Meta, Horizon Worlds, dilaporkan tidak berjalan dengan baik.
Menurut laporan baru dari Wall Street Journal, hampir tidak ada orang yang menghabiskan banyak waktu di Horizon Worlds.
Dalam laporan ini, dokumen internal dan karyawan di Meta menggambarkan bahwa tidak ada yang benar-benar bermain Horizon Worlds.
“Dunia yang kosong adalah dunia yang menyedihkan,” sebut dokumen tersebut.
Meta awalnya menargetkan pengguna Horizon Worlds mencapai 500 ribu pengguna aktif bulanan hingga akhir tahun ini. Namun, beberapa minggu terakhir target tersebut direvisi menjadi 280 ribu. Adapun dokumen tersebut juga menyebutkan pengguna Horizon Worlds saat ini kurang dari 200 ribu akun.
Sebagian besar pengunjung Horizon World umumnya tidak kembali ke aplikasi setelah bulan pertama, dengan basis pengguna dinyatakan terus menurun sejak musim semi.
Sebagai perbandingan, Facebook monthly active users (MAUs) tercatat 2,96 miliar per 30 September 30, naik 2% secara YoY.
Sementara Zuckerberg sendiri pernah mengatakan transisi penggunaan metaverse akan memakan waktu bertahun-tahun.
Dalam konteks Indonesia, penerapan teknologi metaverse di Indonesia sendiri, ungkap Boni, masih menjadi tantangan. Salah satunya koneksi internet yang belum merata.
Di samping tantangan infrastruktur, penerapan teknologi metaverse juga menghadapi tantangan ketersediaan sumber daya manusia.
Lalu, masihkah digitalisasi masa depan akan bergantung pada metaverse?
Sepertinya, para pengambil kebijakan G20 harus berpikir ulang untuk memanfaatkan teknologi ini di masa depan. (ADF)