SYARIAH

Kaleidoskop 2022: Belum Jadi Lifestyle, Mau Dibawa ke Mana Industri Halal RI?

Desi Angriani 16/12/2022 13:19 WIB

Negara-negara sekuler dan minoritas muslim pun menjadikan isu halal sebagai competitive advantage.

Kaleidoskop 2022: Belum Jadi Lifestyle, Mau Dibawa ke Mana Industri Halal RI? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bukan hanya negara-negara Islam yang peduli terhadap produk halal. Negara-negara sekuler dan minoritas muslim pun menjadikan isu halal sebagai competitive advantage.  

Hal ini seiring dengan tingginya populasi muslim sehingga produk halal menjadi bisnis ladang baru seperti makanan dan minuman, kosmetik hingga pariwisata.

Potensi tersebut semestinya dimanfaatkan oleh Indonesia agar menguasai industri halal dunia dan tak melulu kalah saing dari negara jiran Malaysia. 

Lantas bagaimanakah perkembangan industri halal RI sepanjang tahun ini? Baru mematangkan konsep atau sekadar ambisi besar sebagai penguasa? Berikut rangkuman IDX Channel:

Sederet Tantangan Industri Halal RI 

Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam mengembangkan industri halal mulai dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain banyaknya negara pesaing yang membombardir Indonesia dengan produk halal mereka hingga belum adanya sertifikat halal yang berlaku secara global.

Setiap negara memiliki kriteria tersendiri dalam penetapan sertifikasi halal sehingga tercipta ketidakteraturan dan berdampak kepada kepercayaan konsumen saat produk tersebut diekspor ke negara lain.

Terbukti ekspor produk halal Indonesia hanya 3,8 persen dari total pasar produk halal dunia. Bahkan masih di bawah negara-negara non-muslim seperti Brazil dan India.

Faktor internal di antaranya, pertama produk halal belum menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia alias belum memahami konsep halal yang seutuhnya.

Kedua, adanya problematika dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal serta penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) baru mulai berlaku pada 17 Oktober 2019.  Setelah ditetapkan pada 2019, UU JPH ini masih tetap membutuhkan waktu karena kewajiban sertifikasi halal dilakukan secara bertahap.

Sektor yang Masuk Pengembangan Industri Halal RI

Ada empat sektor potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pengembangan industri halal di Indonesia. Keempat sektor tersebut di antaranya makanan halal, keuangan syariah, wisata halal, dan busana muslim. 

Pertama, Indonesia menghabiskan USD184 miliar untuk konsumsi makanan halal pada 2020. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar makanan dan minuman halal di dunia dengan proyeksi USD282 miliar pada 2025.

Kedua, aset keuangan syariah RI menembus Rp2.200 triliun sampai Agustus 2022 belum termasuk saham syariah. Angka ini tumbuh 15 persen dari tahun lalu.

Ketiga, sektor wisata halal. Destinasi wisata halal Indonesia berhasil meraih peringkat kedua dari 138 negara. Posisi ini naik dari 2021 yang berada di urutan keempat dunia.

Keempat, sektor busana muslim. konsumsi busana muslim di Indonesia mencapai USD20 miliar atau setara Rp286,9 triliun dengan laju pertumbuhan 18,2% per tahun. Potensi ini menjadi pemacu pelaku industri kreatif dan fesyen muslim di Indonesia untuk mengembangkan sayapnya.

Produk Tanpa Sertifikat Halal Dilarang Beredar di 2024

Jika masih ada produk makanan dan minuman belum mengantongi sertifikat halal setelah 17 Oktober 2024, maka produk tersebut tidak bisa lagi diedarkan di pasar.

Adapun produk yang wajib memiliki sertifikasi halal, antara lain produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, hingga produk rekayasa genetik. 

Untuk mempercepat kebijakan tersebut, proses pendaftaran sertifikat halal hanya melalui satu pintu yakni pstp.halal.id. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk memproses sertifikasi halal berbeda-beda. 

Untuk perusahaan dalam negeri diperlukan waktu sekitar 75 hari kerja, sedangkan untuk perusahaan luar negeri dibutuhkan waktu sedikit lebih lama yaitu 3 bulan atau sekitar 90 hari kerja.

Sementara itu, tarif untuk sertifikat halal dipatok mulai dari Rp300 ribu hingga Rp5 juta. Tarif ini sesuai dengan aturan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal pada Kementerian Agama.

Bukan Hanya MUI, Dua Lembaga Ini Berwenang Terbitkan Sertifikat Halal 

Sertifikasi halal tidak hanya menjadi wewenang Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam prosesnya, justru melibatkan dua lembaga lain yakni BPJPH dan LPH.

BPJPH bertanggung jawab untuk menetapkan aturan/regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk bersertifikat halal dari pelaku usaha (pemilik produk), menerbitkan sertifikat halal dan label halal.

Sementara itu, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian sifat kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halal. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Auditor Halal LPH. 

Adapun  MUI berwenang menilai kehalalan produk melalui penelitian fatwa halal dengan mengacu pada standar dan sifat kehalalan produk.

725 Ribu Produk UMKM Telah Disertifikasi Halal

Sepanjang 2019 sampai 2022, BPJPH telah menerbitkan sertifikat halal untuk 725.063 produk dari 405.180 UMKM.

Adapun penerbitan sertifikat halal ini ditargetkan bagi 10 juta pelaku UMKM. Untuk itu, BPJPH melakukan penyesuaian biaya sertifikasi halal reguler yang sebelumnya sebesar Rp3-4 juta menjadi hanya Rp650 ribu. 

Selain itu, dalam ketentuan tarif sertifikasi halal juga diatur tarif Rp 0 bagi UMK melalui mekanisme self-declare atau deklarasi secara mandiri.

Omzet Industri Halal Indonesia 2022

Dinar Standard, dalam State of the Global Islamic Economy Report Tahun 2022 memperkirakan bahwa total pengeluaran umat muslim global pada tahun 2022 akan tumbuh sebesar 9,1%, yang berasal dari enam sektor riil ekonomi syariah yaitu sektor makanan dan minuman halal, modest fashion, kosmetika, farmasi, media dan rekreasi, serta travel. 

Pertumbuhan ini diperkirakan akan mencapai USD2,8 triliun pada 2025 atau meningkat 7,5% (CAGR). Di Indonesia, ekonomi syariah juga terus tumbuh dan menunjukkan perkembangan menggembirakan. 

Bank Indonesia (BI) dalam Indonesia Halal Market Reports 2021/2022 mencatat potensi kontribusi ekonomi syariah sebesar total USD5,1 miliar terhadap PDB nasional melalui ekspor produk halal, pertumbuhan penanaman modal asing, serta substitusi impor.

(DES)

SHARE