SYARIAH

Kaleidoskop 2022: Karut-marut Penyelewengan Dana Umat

Desi Angriani 16/12/2022 13:13 WIB

Pertengahan tahun publik dikejutkan dengan temuan sebuah media massa nasional tentang dugaan penyelewengan dana donasi dari umat yang disalurkan melalui ACT.

Kaleidoskop 2022: Karut-marut Penyelewengan Dana Umat (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pertengahan tahun publik dikejutkan dengan temuan sebuah media massa nasional tentang dugaan penyelewengan dana donasi dari umat yang disalurkan melalui lembaga filantropi, Aksi Cepat Tanggap (ACT). 

Kini, kasus tersebut pun telah ditindaklanjuti oleh berbagai pihak berwenang, mulai dari Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) hingga Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.

Lalu bagaimana terbongkarnya penyelewengan dana ACT serta akhir dari kasus tersebut? Berikut rangkuman IDX Channel:

Awal Mula Kasus ACT Tercium Publik

Kasus ACT bergulir setelah adanya laporan sebuah media nasional yang mengungkap penyalahgunaan dana umat yang dilakukan oleh para petinggi lembaga filantropi tersebut.

Dalam laporannya, ACT disebut mengalami krisis keuangan sejak akhir 2021 padahal lembaga tersebut mengumpulkan ratusan miliar rupiah. Hal ini yang diduga menyebabkan Ahyudin selaku pendiri dan presiden mengundurkan diri.

Penyelewengan dana tercium lantaran para petinggi mendapatkan fasilitas dan gaji dalam jumlah fantastis. Mereka mendapatkan gaji mulai dari Rp50 juta hingga Rp250 juta per bulan dengan mobil dinas mewah berupa Toyota Alphard, Honda CR-V, hingga Pajero Sport.

Salah satu petinggi mengakui bahwa lembaga tersebut mengambil 13,5% dana umat untuk biaya operasional dengan alasan harus mengelola dana kemanusiaan ke lebih dari 47 negara di seluruh dunia. Akhirnya, dugaan penyelewengan ini membuat publik geram hingga kepolisian dan berbagai lembaga terkait turun tangan. 

Siapa Pemilik ACT?

Aksi Cepat Tanggap (ACT) merupakan lembaga kemanusiaan yang didirikan pada 21 April 2005 hingga bertransformasi menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global pada 2012.

Lembaga ini didirikan oleh Ahyudin dan rekan-rekannya dengan dana dukungan dari donatur publik maupun partisipasi perusahaan dalam program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR). 

Dalam skala lokal, ACT mengembangkan jaringan ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan maupun dalam bentuk kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas ACT hingga saat ini telah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota.

Jangkauan aktivitas program global lembaga ini bahkan telah menjangkau hingga ke-22 negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Indocina.

ACT Selewengkan Dana Korban Lion Air hingga Gaji Petinggi Rp250 Juta per Bulan

Badan Reserse Krimnal (Bareskrim) Polri mengumumkan uang yang diselewengkan oleh ACT dari donasi korban Lion Air bertambah menjadi Rp107,3 miliar. Dana itu bersumber dari bantuan Boeing dengan total Rp138 miliar. Uang yang digunakan untuk dana sosial pembangunan sarana sosial hanya sekitar Rp30 miliar.

Sementara itu, 50 persen dari total uang yang dimiliki ACT dari sebesar Rp1,7 Triliun digunakan untuk entitas pribadi.  Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri membuka nilai gaji yang diterima mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.

Ahyudin disebut mendapatkan upah senilai Rp400 juta. Sedangkan, Ibnu Khajar sebesar Rp150 juta. Adapun pengurus ACT Hariyana Hermain digaji senilai Rp50 juta, Sekretaris ACT periode 2009-2019 sebagai Ketua Dewan Pembina ACT Novariadi Imam Akbari, mendapatkan gaji sebesar Rp100 juta.

Regulasi Filantropi RI Masih Lemah

Pesatnya perkembangan lembaga filantropi di Indonesia belum diiringi dengan regulasi yang ketat untuk mengawal dan mencegah penyelewengan dana donasi. 

Saat ini, regulasi yang menjadi dasar utama kegiatan filantropi di Indonesia adalah UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang. Wajar saja jika sebanyak 176 data lembaga filantropi diduga bermasalah atau memiliki kegiatan serupa dengan kasus penyelewengan dana ACT.

Rata-rata modusnya adalah menggunakan dana yang telah dihimpun dan tidak sesuai dengan semestinya. Bahkan ada yang masuk ke kantong pengurus lembaga filantropi.

Karena itu, hadirnya akuntabilitas dalam sebuah lembaga filantropi merupakan hal yang sangat penting. Apalagi Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut World Giving Index 2022 (WGI 2022). Indonesia meraih skor WGI sebesar 68%. 

Dari kasus ini, muncul sebuah pertanyaan mau dibawa kemana filantropi Indonesia baik filantropi umum maupun filantropi Islam, ke depan?

Publik Mulai Ogah Donasi di Lembaga Filantropi

Kasus penyelewengan dana ACT menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga filantropi. Menurut hasil survei, sekitar 44,7% masyarakat tidak lagi percaya pada lembaga pengumpul dana sejenisnya. 

Hal ini tentu sangat berpotensi menurunkan proses penghimpunan dana filantropi dan menghambat program-program filantropi yang sedang berjalan. 

Padahal potensi zakat misalnya, diperkirakan mencapai Rp327,6 triliun, sementara potensi wakaf uang mencapai Rp77 miliar per tahun (KNKS, 2020). 

Potensi filantropi umum tentunya lebih besar lagi sehingga kehadiran mereka cukup membantu mengatasi permasalahan masyarakat selama ini dan masih sangat dibutuhkan. 
 
(DES)

SHARE