IDXChannel - Negara-negara Asia menghabiskan sekira USD50 miliar dari cadangan devisanya bulan lalu. Ini adalah level tertinggi sejak Maret 2022 untuk mempertahankan mata uang mereka dari penguatan dolar Amerika Serikat (AS) tanpa henti.
Mengutip Bloomberg, Jumat (14/10/2022), sebuah perusahaan yang fokus melacak arus modal global, Exante Data Inc memperkirakan, negara-negara berkembang Asia, tidak termasuk China menguras hampir USD30 miliar dengan melakukan penjualan dolar di pasar spot pada bulan September 2022 saja. Jumlah ini naik menjadi USD50 miliar apabila Jepang masuk dalam perhitungan tersebut.
Exante menyebut, penjualan dolar di wilayah tersebut selama sembilan bulan pertama tahun ini telah mencapai USD89 miliar, termasuk Jepang. Hal itu menandai periode aktif untuk pengeluaran valuta asing atau valas, setidaknya sejak 2008.
Perusahaan mendasarkan perkiraannya pada data dari bank sentral dan otoritas pemerintah lainnya, serta menyesuaikannya untuk perubahan nilai tukar mata uang asing.
Indeks Spot Dolar Bloomberg yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya diperdagangkan pada level tertinggi sepanjang masa, setelah kenaikan suku bunga paling agresif sejak 1980-an. Lonjakan greenback telah mengurangi nilai persediaan mata uang lain dalam portofolio bank sentral.
Sementara penjualan dolar baru-baru ini oleh negara-negara termasuk Korea Selatan, India, Taiwan, dan Jepang, sebagian besar telah dipublikasikan melalui pelaporan bank sentral.
Selain penjualan dolar di Jepang sebesar USD20 miliar pada September, Korea Selatan menjual sekira USD17 miliar, menurut Exante berdasarkan data saat ini yang tersedia dari bank sentral negara tersebut. Hong Kong, Filipina, Taiwan, dan Thailand juga merupakan penjual dolar di bulan September.
"Mata uang mereka berada di bawah tekanan dalam menghadapi suku bunga yang lebih tinggi," kata Senior Ahli Strategi Exante, Alex Etra. "Ada tingkat ketidakpastian yang tidak biasa dari suku bunga AS yang tinggi."
Pastinya, Asia telah sering menggunakan intervensi di pasar valas di masa lalu untuk memperlambat atau mengendalikan volatilitas, serta melemahkan mata uang. Tetapi, penjualan dolar bulan lalu mencapai volume tertinggi yang terlihat pada awal pandemi di Maret 2020.
"Penarikan cadangan sebagian berasal dari alokasi ulang aset yang lebih luas, serta penurunan valuasi," ujar Etra. Namun sebagian besar turun ke bank sentral yang perlu menjual cadangan untuk memiliki uang tunai.
Cadangan devisa turun di seluruh dunia. Cadangan global turun lebih dari USD1 triliun atau 8,9% di tahun ini menjadi kurang dari USD12 triliun.
(FAY)