Sebagai negara yang sangat bergantung pada perdagangan, Singapura menggunakan metode unik dalam mengelola kebijakan moneter, dengan menyesuaikan nilai tukar dolarnya terhadap sekeranjang mata uang, bukan suku bunga domestik seperti kebanyakan negara lain.
Kebijakan tersebut disesuaikan melalui tiga faktor: kemiringan, titik tengah, dan lebar rentang kebijakan.
Singapura sering dianggap sebagai penentu pertumbuhan global karena perdagangan internasionalnya mengerdilkan ekonomi domestiknya.
Kementerian Perdagangan Singapura pada Agustus menyesuaikan kisaran perkiraan pertumbuhan PDB untuk tahun 2024 menjadi 2,0 persen hingga 3,0 persen, dari sebelumnya 1,0 persen hingga 3,0 persen.
Pertumbuhan PDB pada 2023 adalah 1,1 persen, turun dari 3,8 persen pada 2022.
MAS memperketat kebijakan sebanyak lima kali antara Oktober 2021 dan Oktober 2022, termasuk dalam dua langkah di luar siklus, untuk mengendalikan inflasi selama pandemi dan di tengah ketidakstabilan geopolitik global. Sejak saat itu, kebijakan ini tetap stabil karena kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi mengalahkan inflasi.
(Dian Kusumo Hapsari)