Kondisi perekonomian nasional yang relatif solid ini akan menjadi buffer untuk beberapa faktor risiko yang mungkin muncul di 2022. Sementara varian Covid-19 Omicron saat ini masih dalam pengkajian dan kami berharap tidak separah Delta.
Hera menyebut, beberapa faktor risiko lainnya adalah perlambatan ekonomi di China dan US, kemungkinan market bubble, kelanjutan dari supply chain disruption, serta pemulihan yang tidak merata di beberapa sektor usaha dalam negeri akibat adanya pergeseran struktural (digitalisasi dan Covid-19).
Sementara itu, potensi kenaikan inflasi nasional mengikuti tren global, khususnya harga energi dapat berdampak ke profitabilitas perbankan.
Secara umum, keseluruhan faktor risiko tersebut diimbangi dengan kondisi pemodalan dan likuiditas perbankan nasional yang saat ini jauh lebih solid dibanding saat Global Financial Crisis pada 2008 maupun saat tapering 2013-2014.
“Kami memproyeksikan pertumbuhan kredit akan terakselerasi di 2022, terutama didorong dari kredit konsumsi dan beberapa sektor usaha seperti perdagangan, logistik dan transportasi,” ujar Hera.
Kualitas kredit akan cenderung normalized, namun terdapat beberapa sektor yang membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari dampak pandemi, antara lain tourism, konstruksi tertentu dan tekstil.
(SANDY)