BI juga melihat langkah-langkah yang cukup tegas dari tiga otoritas keuangan di AS untuk menyelamatkan tiga bank dan menjadikan faktor stabilitas sistem keuangan ini lebih less important.
“Jika melihat langkah yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukan, ini akan cepat mengembalikan stabilitas sistem keuangan di AS dan juga mereka tidak bekerja sendiri dan bekerja sama dengan negara lain seperti Inggris,” kata Perry.
Menurut Perry, The Fed akan kembali mendasarkan faktor fundamental seperti inflasi, dan tenaga kerja yang masih ketat untuk memutuskan suku bunga.
Perry menambahkan, apa yang bisa dipelajari dari kasus kolapsnya tiga bank besar dalam waktu bersamaan adalah deposan yang tidak terdiversifikasi, mark to market lost, dan ketidakseimbangan asset liabilities yang memunculkan bank run.
“Kasus tiga bank ini menunjukkan model bisnis bank yang tidak stabil dan rentan karena deposit funding terkonsentrasi pada deposan besar yang 93% adalah klaster yang sama berkaitan dengan startup maupun technology company,” ujar Perry.
Sementara dari sisi asset, penempatan dana sebagian besar pada surat berharga pemerintah.
“Kenapa terjadi lost di dalam secutities valuation nya, karena suku bunga FFR naik diikuti yield Treasury naik, maka harga turun sehingga terjadi negative valuasi dari surat berharga ini yang kemudian menggerogoti modalnya,” lanjut Perry.
Rencana penambahan modal dari SVB yang kemudian menimbulkan kepanikan pasar dan terjadi bank run.
“Saat ini, kami berfokus pada asesmen bank-bank besar di Indonesia apakah terjadi konsentrasi deposan atau tidak. Kami menemukan tidak ada konsentrasi deposan dan deposit funding bank cukup terdiversifikasi. Risiko valuasi langsung terhadap tiga bank yang kolaps juga hampir nol. Sebagian besar bank kita tidak menanamkan dananya dari ketiga bank yang runtuh,” imbuh Perry. (ADF)