“Pengaturan tersebut bertujuan untuk memitigasi potensi permasalahan yang timbul dari keterlibatan pegiat media sosial, termasuk adanya fraud dalam pemasaran ataupun rekomendasi dalam berinvestasi,” kata Inarno dalam keterangan di Jakarta, Selasa (1/8/2025).
Bagi para pegiat sosial yang melakukan penawaran untuk menjadi nasabah PPE dan PED, harus memiliki izin sebagai mitra pemasar PPE.
Tak hanya itu, influencer yang memberikan analisis atau rekomendasi atas efek atau produk, harus memiliki izin sebagai penasihat investasi.
Ketentuan ini berlaku bagi PPE dan PAD yang melakukan kerja sama dengan influencer dalam tiga jenis kegiatan, yakni menyediakan media untuk iklan dan informasi umum pasar modal, melakukan penawaran untuk menjadi nasabah, serta memberikan analisis atau rekomendasi terhadap suatu efek atau produk.
Mitigasi Potensi Fraud
Potensi fraud dan penyebaran informasi yang menyesatkan, kata Inarno, menjadi salah satu risiko yang ingin ditekan.
"Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam POJK 13/2025 akan dikenakan sanksi, tidak hanya kepada perusahaan efek, namun juga kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran, termasuk para pegiat media sosial," ujarnya.
Selain sanksi administratif, OJK juga akan menindak tegas influencer yang terbukti melanggar hukum di pasar modal, seperti penipuan, tipu muslihat, atau penyebaran informasi menyesatkan.
Penindakan tersebut akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di sektor pasar modal.
“Sanksi yang diberikan tidak hanya bagi perusahaan efek, namun juga dapat diberikan kepada pihak yang menyebakan terjadinya pelanggaran, artinya termasuk kepada para pegiat media sosial,” ujar Inarno.
(Dhera Arizona)