Sedangkan risiko kedua yaitu berkaitan dengan reputasi. Hal tersebut lantaran banyaknya mitra atau perusahaan yang berkolaborasi dengan bank itu menduduki standar environment social governance (ESG) yang cukup tinggi.
"Sehingga kalau ada bank yang masih membiayai sektor pertambangan atau ekstraktif maka bisa dianggap memiliki reputasi yang kurang baik di mata internasiona," tutur Bhima.
Kemudian, lanjut Bhima, risiko ketiga yaitu akan berdampak pada Non Performing Loan (NPL) atau aset yang bisa menimbulkan kredit macet.
Menurut Bhima, hal itu bisa terjadi sejalan dengan proses penutupan banyak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara yang menyebabkan perbankan menghadapi risiko kredit yang relatif cukup tinggi
"Nah itu pentingnya kenapa perbankan harus melihat risiko-risiko tadi dan memasukannya kedalam analisis trading atau pembiayaan sebelum memutuskan lakukan pembiayaan terutama kepada sektor yang berkaitan dengan ekositem batubara," ungkap Bhima.