Pembelian SBN dari pasar sekunder ini telah memperhitungkan kebutuhan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di Bank Indonesia, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dipegang oleh penduduk bukan bank.
Dari sisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan likuiditas, jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI tersebut juga mempertimbangkan perubahan likuiditas karena lalu lintas devisa dan operasi keuangan Pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter Rupiah dan valuta asing, serta SBN milik BI yang akan jatuh tempo selama 2025.
Operasi moneter pro-market Bank Indonesia juga akan terus dioptimalkan melalui instrumen moneter SRBI dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset.
Prinsip Kehati-hatian
Baik Kemenkeu dan BI sepakat bahwa penerbitan SBN oleh pemerintah dan pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia akan dilakukan dengan berdasar kepada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang pruden serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar (market discipline and integrity).
Dalam kaitan ini, pembelian SBN dari pasar sekunder oleh Bank Indonesia akan dilakukan dari pelaku pasar dan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch) dengan Pemerintah.