Selain itu, sektor infrastruktur dan konstruksi yang terkait proyek pemerintah maupun swasta tumbuh 4,98 persen di kuartal II-2025. Potensi juga terlihat pada industri pengolahan berorientasi ekspor seperti kelapa sawit, karet, dan tekstil. Terakhir, sektor jasa yang menopang rantai pasok perdagangan Indonesia-Korea juga dinilai prospektif.
Aditya menambahkan, BWS bersama induk usaha Woori Bank Korea, memegang peran penting dalam perdagangan Indonesia-Korea. Pada September 2024, Bank Indonesia (BI), Bank of Korea (BOK), dan Kementerian Keuangan RI menyepakati implementasi Local Currency Transactions (LCT). Woori Bank menjadi salah satu bank yang ditunjuk untuk mengelola skema ini. Dengan LCT, pelaku usaha dapat bertransaksi menggunakan rupiah dan won langsung, tanpa konversi ke dolar Amerika Serikat (AS).
“BWS punya keunggulan first mover dalam LCT karena didukung jaringan induk yang kuat di Korea. Ini memberi nilai tambah bagi eksportir dan importir yang ingin efisiensi biaya sekaligus mengurangi risiko kurs,” katanya.
Langkah tersebut, menurut Aditya, mencerminkan strategi yang tidak hanya berfokus pada ekspansi kredit, tetapi juga memperkuat peran bank sebagai penghubung perdagangan lintas negara, di tengah peluang pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga.
Hingga akhir Juni 2025, BWS mencatat penyaluran kredit pihak ketiga senilai Rp46,28 triliun, relatif stagnan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Risiko kredit terjaga yang tercermin pada rasio kredit bermasalah (NPL bruto) di 2,39 persen dan NPL neto di 1,57 persen.