Prediksi mantan Ekonom INDEF itu BI akan mengatrol kembali suku bunga acuan sebanyak tiga kali hingga akhir tahun. Besarannya menjadi 75-100 bps. Jika saat ini suku bunga acuan berada di level 3,75%, maka akan menjadi 4,25-4,5%.
"Kalau BBM subsidi naiknya 30%, maka BI setelah kenaikan harga diperkirakan akan menambah bunga acuan 75-100 bps sepanjang tahun.(Kenaikan) tiga kali jadi 100 bps," paparnya.
Bhima menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan menjadi 3,75% sepertinya indikasi bahwa BBM jenis subsidi akan naik dalam waktu singkat. Bukan hanya yang non-subsidi disesuaikan dengan harga pasar, tapi BI pre emptives terhadap naiknya Pertalite maupun Solar.
"Semua sedang menghitung efek naiknya harga BBM subsidi terhadap kurs rupiah dan inflasi," ujarnya.
Lebih jauh dia menambahkan, kenaikan suku bunga juga perlu dicermati efeknya terhadap beban pembayaran bunga yang ditanggung masyarakat dan pelaku usaha. "Cost of fund naik, ditambah harga BBM naik, maka konsumsi rumah tangga akan di rem. Imbasnya terjadi kontraksi pada pertumbuhan ekonomi," sambungnya.
Indikasi lainnya, terang Bhima, terkait kekhawatiran berakhirnya booming harga komoditas akan memicu pelemahan devisa ekspor yang signifikan.
"Price Reversal atau pembalikan arah harga komoditas saat ini cukup membahayakan stabilitas kurs rupiah. Terlebih Dolar AS terus menguat. Dolar index naik menjadi 109 atau menguat 13,4% year to date. Dolar bisa mengamuk dan menekan kurs rupiah dalam jangka tiga sampai enam bulan ke depan," pungkas Bhima. (FAY)