Kemudian pendapatan PT Kimia Farma Tbk juga lebih rendah 25,3 persen menjadi Rp9,6 triliun dari tahun sebelumnya. Perolehan pendapatan yang belum maksimal ini disebabkan belum optimalnya pendapatan e-katalog (seperti produk ARV) serta membaiknya kondisi pandemi yang berdampak pada pelonggaran syarat perjalanan, membuat pendapatan segmen jasa layanan kesehatan turun.
Pada 2022 pendapatan PT Kimia Farma masih didominasi oleh produk pihak ketiga sebesar Rp8,40 triliun atau 78,7 persen dari total pendapatan. Sementara kontribusi pendapatan dari obat ethical mencapai 36,8 persen atau Rp3,53 triliun, obat OTC 23,2 persen atau Rp2,22 triliun, untuk obat generik 19,1 persen atau Rp1,84 triliun, alat kesehatan (alkes) dan jasa lab klinik 19,3 persen atau Rp1,85 triliun.
Demikian juga dengan anak usaha holding lainnya, yakni PT Indofarma Tbk, pendapatannya turun 60,6 persen atau sebesar Rp1,1 triliun dari tahun 2021.
Pada tahun 2022, kontribusi pendapatan terbesar Indofarma berasal dari produk ethical 46,5 persen, FMCG 37,6 persen, alkes dan jasa klinik 12,2 persen, OTC 2,1 persen, dan vaksin 1,6 persen.
Selain itu, pendapatan PT INUKI dilaporkan sebesar Rp11 miliar atau turun 52,2 persen dari tahun 2021. Penurunan pendapatan Holding BUMN Farmasi ini terutama disebabkan oleh penurunan permintaan vaksin dan alat tes diagnostik COVID-19 sejak pertengahan tahun 2022.