sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

10 Negara Ini Terpukul Inflasi Pangan, Indonesia Aman berkat Gelontoran Bansos

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
07/02/2024 16:19 WIB
Bank Dunia baru saja merilis daftar 10 negara yang paling terpukul atas kenaikan harga pangan sepanjang 2023.
10 Negara Ini Terpukul Inflasi Pangan, Indonesia Aman berkat Gelontoran Bansos. (Foto: MNC Media)
10 Negara Ini Terpukul Inflasi Pangan, Indonesia Aman berkat Gelontoran Bansos. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bank Dunia baru saja merilis daftar 10 negara yang paling terpukul atas kenaikan harga pangan sepanjang 2023.

Negara-negara yang dimaksud, di antaranya Argentina, Mesir, Lebanon, Zimbabwe, Viet Nam, Palestina, Malawi, Belize, Turkiye, Haiti.

Argentina menjadi negara dengan inflasi pangan tertinggi mencapai 40 persen. Di urutan kedua ada Mesir dengan inflasi pangan mencapai 27 persen.

Menariknya, Viet Nam masuk ke dalam jajaran negara dengan inflasi pangan tertinggi mencapai 11 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Bank Dunia juga mencatat inflasi harga pangan dalam negeri masih tinggi di beberapa negara. Inflasi yang lebih tinggi dari 5 persen dialami oleh 63,2 persen negara berpendapatan rendah.

Angka ini 1,3 poin persentase lebih tinggi dibandingkan per 17 Januari 2023. Inflasi pangan di atas 5 persen ini juga memukul 73,9 persen negara berpendapatan menengah ke bawah.

Secara riil, inflasi harga pangan melebihi inflasi keseluruhan di 71 persen dari 165 negara dimana data tersedia.

Sejak update terakhir pada 18 Januari 2024, indeks harga pertanian, ekspor, dan sereal masing-masing ditutup naik 3 persen, 7 persen, dan 1 persen lebih tinggi.

Berdasarkan analisis terbaru Institut Penelitian Kebijakan Pangan Internasional (IFPRI), serangan yang terjadi baru-baru ini oleh Pemberontak Houthi di kapal-kapal di Laut Merah telah memicu penurunan volume perdagangan di Terusan Suez sebesar 40 persen, yang juga berdampak pada turunnya ketahanan pangan global.

Laporan Global Economics Prospects 2024 menekankan masalah kritis kerawanan pangan masih akan menjadi tantangan ke depan.

Gangguan di Laut Merah ini juga menimbulkan kekhawatiran mengenai pengangkutan komoditas utama, terutama biji-bijian, dari Eropa, Rusia, dan Ukraina.

Analisis Chatham House menunjukkan bahwa sekitar 14 persen sereal dan 4,5 persen kedelai yang diperdagangkan secara global melewati Terusan Suez. Gangguan di Laut Merah berdampak pada eksportir gandum utama seperti Uni Eropa, Rusia, dan Ukraina.

Sementara pengiriman melalui rute alternatif, seperti sekitar Cape Horn, secara signifikan meningkatkan jarak dan waktu pelayaran, sehingga meningkatkan biaya bahan bakar dan operasional.

Negara-negara di Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur sangat rentan terhadap krisis Laut Merah saat ini.

Blog IFPRI menyatakan bahwa gangguan dapat mempengaruhi impor gandum dari Uni Eropa, Rusia, dan Ukraina. Kondisi ini akan berdampak pada negara-negara yang sangat bergantung pada gandum tersebut, termasuk negara-negara di Afrika Timur, Iran, dan Pakistan.

Penutupan Laut Merah dapat meningkatkan inflasi pangan di negara-negara tersebut, sehingga memberikan tekanan tambahan pada situasi ketahanan pangan yang sudah rentan.

Jika gangguan terus berlanjut, konsumen di negara-negara pengimpor mungkin menghadapi kenaikan biaya, sehingga berpotensi beralih ke pemasok alternatif. Hal ini dapat berdampak pada produsen di Eropa, Rusia, dan Ukraina, sehingga menurunkan harga dalam jangka panjang.

Penutupan Laut Merah juga dapat membatasi ekspor jagung Ukraina ke China dan mengurangi daya saing Ukraina serta berpotensi menyebabkan peningkatan ekspor dari Amerika Serikat (AS) dan Brasil.

Skala dampak krisis Laut Merah terhadap pelayaran, pasar, dan ketahanan pangan juga bergantung pada durasi serangan Houthi. Meskipun konflik saat ini berdampak pada sebagian kecil perdagangan pertanian secara keseluruhan, gangguan yang berkepanjangan dapat berdampak signifikan terhadap negara-negara pengimpor yang rentan secara ekonomi di Afrika dan Asia.

Bagaimana Indonesia?

Mengantisipasi inflasi pangan, Indonesia nampaknya lebih bersiap dibanding negara lain. Melansir Bank Dunia, pemerintah Indonesia telah mengumumkan langkah-langkah untuk menstabilkan pangan pasokan dan harga serta penyangga dampak inflasi terhadap kelompok rentan.

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan kelanjutan skema subsidi bunga pinjaman kepada BUMN ID Food dan BULOG untuk mendukung pengadaan untuk penguatan cadangan pangan pemerintah pada 2024.

Kementerian Keuangan telah menyetujui pinjaman pagu hingga Rp28,7 triliun agar memenuhi syarat untuk menerima subsidi. Subsidi bunga ini berkisar 3 persen menjadi 4,5 persen dan ditawarkan melalui dua skema yakni dengan jaminan pemerintah dan tanpa jaminan pemerintah.

Pinjaman untuk badan usaha milik negara juga diberikan melalui bank-bank milik negara, pembangunan daerah, bank, atau bank swasta.

Selain itu, dalam outlook alokasi APBN 2024, anggaran bansos mencapai Rp157,3 triliun. Angka ini lebih besar dari anggaran kesehatan namun masih di bawah anggaran pendidikan Rp97,43 triliun. (Lihat grafik di bawah ini.)

Pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan penggantian kas El Niño transfer (BLT El Niño) yang diberikan pada akhir 2023 dengan BLT Mitigasi Risiko Pangan untuk bulan Januari hingga Maret 2024.

Skema baru ini akan memberikan pembayaran sebesar Rp200 ribu per bulan kepada 18,8 juta penerima manfaat untuk mengurangi dampak kemungkinan inflasi yang timbul dari pergeseran musim panen dan hari raya keagamaan yang akan datang. Total biaya fiskal yang digelontorkan pemerintah adalah Rp11,3 triliun rupiah.

Selain skema tersebut, pemerintah juga melaksanakan program bantuan sosial beras (Bansos Beras) hingga Juni 2024 yang memberikan 10 kg beras per bulan kepada 22 juta keluarga lainnya. Skema ini merupakan tambahan dari skema bantuan sosial reguler pemerintah, di antaranya Program Keluarga Harapan (Program Keluarga Harapan) dan Program Sembako (Program Sembako). (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement