"Kami berharap dapat mengoptimalkan sisa waktu yang ada, agar proyek yang tersisa dapat onstream lebih cepat, karena mayoritas proyek yang belum onstream produksinya adalah minyak, seperti proyek Forel Bronang yang berpotensi memberikan tambahan produksi 10.000 BOPD," ujar Hudi.
Lebih lanjut, Hudi menambahkan Kepala Divisi Manajemen Proyek dan jajarannya hampir tiap minggu berkantor di lapangan. Ini merupakan upaya untuk melakukan pengawasan dan koordinasi serta pengambilan keputusan yang cepat di lapangan.
"Ini juga bentuk change mindset di industri hulu migas yang terus meningkatkan sense of crisis dan sense of urgency dalam menindaklanjuti arahan Presiden dan Menteri ESDM untuk melakukan berbagai cara agar produksi minyak tidak turun serta terus mencari peluang untuk dapat meningkatkan produksi LPG dari sektor hulu migas, untuk mengurangi impor LPG," tutur Hudi.
Ia memastikan industri hulu migas siap memberikan dukungan dan upaya-upaya terbaik yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi migas nasional guna mendukung tercapainya Visi Pemerintah dalam membangun ketahanan energi nasional.
"Dukungan industri hulu migas kepada Pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi ditunjukkan dengan rencana investasi hulu migas dalam 5 (lima) tahun ke depan dari 2024 hingga 2029 yang mencapai 138 proyek dengan total investasi sekitar USD36,23 miliar (termasuk proyek strategis nasional) setara dengan Rp543 triliun atau hampir 5 kali lipat investasi kereta cepat Jakarta Bandung," ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan data SKK Migas, selesainya 15 (lima belas proyek) hingga akhir 2024 akan berpotensi memberikan penambahan maupun menjaga produksi minyak sebesar 46.827 BOPD, gas sebesar 351 MMSCFD, dan produksi LPG sebesar 192 MT/D.
(Febrina Ratna)