Alasan melemahnya Rupiah ini terutama disebabkan oleh indeks dolar Amerika Serikat (AS) atau DXY yang masih menguat. BI mencatat indeks dolar berada pada level 112,25 pada 29 September 2022, meningkat dari level akhir minggu lalu di 111,35.
"Yang memicu DXY menguat adalah ekspektasi pelaku pasar keuangan global yang mau cari aman. Mereka melakukan risk off, menarik dananya atau tidak mau menaruh dananya di negara berkembang, dan lebih memilih menempatkan dananya dalam bentuk dolar," ujar Wahyu.
Hal ini kemudian menimbulkan berbagai tekanan tambahan di pasar keuangan domestik berbagai negara, bahkan Indonesia menjadi salah satu yang terdampak risk off ini.
"Meskipun begitu, BI selalu mengamati pasar dan berupaya sehingga Rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam. Ini kami lakukan dengan bauran kebijakan, intervensi di pasar, baik itu pasar spot ataupun melalui Domestic Non Deliverable Forward (DNDF)," terangnya.
Dia menekankan bahwa pelaku keuangan di Indonesia tidak perlu terlalu khawatir dengan pelemahan Rupiah, karena pelemahan ini lebih didominasi oleh tekanan eksternal. Bahkan, Wahyu meyakini bahwa depresiasi ini tidak akan berpengaruh banyak terhadap ekonomi domestik, karena proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2022 diramalkan menguat hingga kisaran 5,5%, lebih tinggi dibandingkan 5,44% di kuartal II-2022.