"Hal ini dapat menghambat upaya Amerika Serikat dan Eropa dalam memperkuat angkatan bersenjata mereka dan untuk mengisi kembali persediaan senjata mereka setelah mengirimkan amunisi dan peralatan lain senilai miliaran dolar ke Ukraina,” kata laporan itu dilansir melalui SIPRI.org, Senin (5/12/2022).
Di sisi lain, perusahaan Rusia yang meningkatkan produksinya karena perang, juga mengalami kesulitan mengakses semikonduktor, catat laporan SIPRI. Perusahaan dilaporkan telah terkena dampak sanksi terkait perang, misalnya dalam hal pembayaran.
"Untuk meningkatkan output butuh waktu,” kata Diego Lopes da Silva, peneliti senior SIPRI.
"Jika disrupsi rantai pasokan ini berlanjut, beberapa produsen senjata utama mungkin akan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memenuhi permintaan senjata baru akibat perang Ukraina,” tambahnya.
Fokus utama laporan terbaru SIPRI sejatinya terletak pada pola industri pada tahun 2021. Mereka menemukan bahwa masalah rantai pasokan akibat pandemi tampaknya telah memperlambat pertumbuhan.
"Kalau masalah rantai pasokan yang terus-menerus ini tidak ada, kita mungkin akan melihat pertumbuhan penjualan senjata yang lebih besar pada tahun 2021,” kata Lucie Beraud-Sudreau, Direktur Program Belanja Militer dan Produksi Senjata SIPRI.
"Perusahaan senjata besar dan kecil mengaku bahwa penjualan mereka terpengaruh sepanjang tahun. Beberapa perusahaan, seperti Airbus dan General Dynamics juga melaporkan kelangkaan tenaga kerja,” tambahnya.
(DKH)