sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

AI Jadi Tantangan Industri Media, Wamenkomdigi: Disiplin Verifikasi Jadi Kekuatan Jurnalisme

Economics editor Nia Deviyana
25/09/2025 16:34 WIB
Kehadiran AI generatif mampu memproduksi konten secara cepat hingga membuat ringkasan berita. Hal ini menjadi tantangan bagi industri media.
AI Jadi Tantangan Industri Media, Wamenkomdigi: Disiplin Verifikasi Jadi Kekuatan Jurnalisme. Foto: iNews Media Group.
AI Jadi Tantangan Industri Media, Wamenkomdigi: Disiplin Verifikasi Jadi Kekuatan Jurnalisme. Foto: iNews Media Group.

IDXChannel - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) kian pesat dan turut memengaruhi industri, termasuk jurnalistik.

Pada era digital seperti saat ini, kehadiran AI generatif mampu memproduksi konten secara cepat hingga membuat ringkasan berita. Hal ini menjadi tantangan bagi industri media.

"Apa yang kita cermati dulu sebagai sebuah science fiction sekarang menjadi science fact. Dulu fiksi ilmiah, sekarang menjadi fakta ilmiah. Penggunaan AI masuk dan meresap hampir ke seluruh sektor masyarakat," ujar Nezar dalam workshop bertema Ruang Redaksi: Transformasi Jurnalisme, Kolaborasi, dan Keberlanjutan di Artotel Mangkuluhur, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).

Nezar mengatakan AI memiliki tenaga disruptif yang luar biasa sehingga media perlu memiliki strategi dan model bisnis yang tepat untuk tetap bisa eksis di tengah kehadiran kecerdasan buatan yang masif.

New York Times, menurut Nezar, menjadi media yang mampu mengantisipasi disrupsi AI. Berdiri sejak 1851, media yang berbasis di New York City itu masih menjadi salah satu surat kabar paling berpengaruh dan bergengsi di dunia. 

Hal tersebut, menurut Nezar karena New York Times memiliki nilai jual yang tinggi dengan konten-konten yang berkualitas.

"Mulai dari 2012 New York Times berubah menjadi Tech Company, bukan lagi News Company. Mereka melawan platform media sosial, Google, dan lain sebagainya. Makanya kita kalau cari New York Times di Google, kita cuma dapat ringkasan berita kecil saja, selanjutnya kalau Anda mau baca harus berlangganan," ujar Nezar.

Sejumlah media internasional juga mulai membangun koalisi untuk menjaga originalitas konten jurnalistik, termasuk membedakan karya yang sepenuhnya diproduksi dengan AI atau benar-benar dibuat oleh jurnalis.

"Mereka juga sepakat untuk mencegah mesin AI untuk menghimpun data dari situs berita mereka," kata dia.

Di tengah disrupsi, kata Nezar, jurnalisme tetap memiliki keunggulan yang tidak bisa dimiliki oleh AI. Disiplin jurnalisme dan verifikasi menjadi kekuatan jurnalisme.

"Disiplin jurnalisme, dispilin verifikasi, tentunya yang membedakan jurnalisme dengan konten amatir di media sosial. Militansinya bagaimana bisa mendapatkan data-data akurat dan melaporkan dengan tanggung jawab," ujarnya.

Saat ini pemerintah juga tengah menggagas peta jalan untuk mengantisipasi dampak perkembangan AI. Terdapat dua dokumen utama dalam peta jalan tersebut, yaitu buku putih peta jalan AI nasional yang akan menjadi peraturan presiden (perpres), kemudian perpres untuk mengukuhkan panduan keamanan dan keselamatan dalam penggunaan dan pengembangan AI.

Persiapan perpres tersebut akan memasuki pembahasan terkait prinsip-prinsip legal pada akhir September 2025.

"Jadi nanti akan ada harmonisasi, akan ada pengujian-pengujian lagi terutama dalam soal pengaturannya agar dia tidak kontradiktif dengan peraturan-peraturan yang lain," kata Nezar.

(NIA DEVIYANA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement