“Dari sisi sektor eksternal Indonesia, relatif Indonesia masih menjaga ketahanan, di mana kalau kita lihat cadangan devisa masih USD152,6 miliar. Kemudian, neraca pembayaran juga masih relatif baik, selama 62 bulan terjaga surplus. Dan rasio utang kita juga masih relatif terjaga di 30 persen,” ujarnya.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menunjukkan inklusivitas yang semakin kuat. Wilayah Jawa mencatat pertumbuhan sebesar 5,24 persen, sementara Sulawesi bahkan mencatat angka lebih tinggi, yakni 5,83 persen. Pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Indonesia terutama digerakkan oleh sektor pengolahan sumber daya alam.
Selain itu, periode kuartal II-2025 juga ditandai oleh berbagai indikator yang mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi domestik. Konsumsi masyarakat pada periode ini menunjukkan peningkatan, tercermin dari penjualan eceran yang naik 1,19 persen (yoy) dan transaksi elektronik yang tumbuh 6,26 persen (yoy).
Melalui upaya pemerintah untuk mendorong mobilitas masyarakat dan pariwisata, terutama saat libur nasional, jumlah perjalanan wisata domestik meningkat signifikan hingga 22,32 persen. Lebih jauh, pemerintah juga akan kembali melanjutkan kebijakan stimulus di sektor transportasi di masa liburan Natal dan Tahun Baru tahun ini.
Dari sisi investasi, kepercayaan pelaku usaha terhadap prospek ekonomi nasional tetap terjaga. Hal ini tercermin dari realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang mencapai Rp477,7 triliun atau tumbuh 11,51 persen (yoy). Selain itu, belanja modal pemerintah juga menunjukkan peningkatan sebesar 30,37 persen (yoy).
(Dhera Arizona)