Indonesia Gas Society (IGS) menggandeng Rystad menghasilkan Indonesian Gas Market White Paper yang menggambarkan kondisi industri gas bumi di Indonesia. Kajian tersebut juga menjabarkan tiga tantangan utama pengembangan bisnis gas bumi.
Pertama, pasokan gas eksisiting yang menurun akibat natural declining. Kedua, keterbatasan infrastruktur menghambat monetisasi lapangan-lapangan gas yang jauh dari sumber demand. Ketiga, ketidakjelasan peraturan dan panjangnya proses birokrasi dalam bisnis gas menyebabkan ketidakpastian waktu proyek dan memperburuk keekonomian.
Untuk mengatasi dampak tersebut, IGS mengusulkan beberapa rekomendasi yang bisa jadi cara untuk menghadapi berbagai persoalan, yaitu pemberian insentif untuk pengembangan infrastruktur dan pengembangan hulu migas dalam bentuk: keringanan pajak, pendanaan dengan bunga rendah, public private partnership, dan mempersingkat birokrasi dan persetujuan dalam perizinan gas bumi.
IGS juga merekomendasikan pemerintah untuk mengevaluasi secara menyeluruh atas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Selain itu IGS juga mendorong adanya keterlibatan seluruh stakeholders dalam penyusunan kebijakan dan aturan sehingga dapat diaplikasikan dan mendukung perkembangan industri gas.
Sementara itu, Chairman IGS Aris M Azof mengatakan, tantangan yang dihadapi industri gas harus dihadapi melalui kolaborasi semua pihak.
"Kami dari IGS punya tanggung jawab mendorong pengembangan gas di Indonesia dan memberikan masukan keada pemerintah untuk bisnis gas mengenai upstream, midstream dan downstream," kata Aris.