Sementara untuk kualitas dan keamanan pangan, Sahara menambahkan, pemerintah harus menjaga keragaman variasi gizi, kualitas makanan, nutrisi dan keamanan dari produk pangan.
Hal ini juga berkaitan dengan sistem distribusi pangan ke seluruh wilayah di Indonesia. Menurutnya, dengan beberapa sifat makanan yang mudah rusak (perishable), pemerintah harus menyediakan sistem logistik yang mumpuni.
“Tantangannya itu kan ada di distribusi, bagaimana distribusi ke seluruh wilayah di Indonesia ya. Maka dari itu, harus ada sistem logistik yang bagus, apalagi untuk makanan seperti bawang dan cabai yang sifatnya perishable,” ujarnya.
Sahara mengungkapkan, upaya pemerintah untuk memitigasi krisis lingkungan juga mempengaruhi terciptanya ketahanan dan keberlanjutan pangan di Indonesia.
Ketersediaan pangan, kualitas dan keamanan pangan, dan keberlanjutan merupakan tiga dari empat indikator yang digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di setiap negara dalam laporan “Global Food Security Index”. Sahara mengaku, Indonesia masih memiliki posisi yang rentan.
“Kita Indonesia ranking 63 dari 113 negara. Kita berada di bawah negara tetangga kita, yakni Malaysia, Singapura dan Vietnam. Skor totalnya 60,2 dan ini yang saya cermati tantangan itu dibangun dalam 4 komponen, affordability (keterjangkauan), availability (ketersediaan), quality and safety (kualitas dan keamanan dan sustainability and adaptation (keberlanjutan dan adaptasi,” pungkasnya
(FAY)